Yang kurang, tindakan presiden Jokowi apakah bisa diartikan sebagai pemimpin orkestrasi—seperti seharusnya-- atau sekedar “hit and run”, lalu kembali ke pertarungan elit politik lokal dan “interlokal”.
Namun yang pasti, di seberang sana, apa yang akan terjadi kemudian, Amerika tak akan lagi dipimpin Obama setelah 2016 berlalu. Siapapun yang menang dalam pemilu November 2016, akan memberi kesempatan baru bagi “pemilik saham” di Amerika maupun yang terkoneksi dengannya, untuk bisa bermain lebih leluasa bagi negerinya.
“Para pemilik saham”, seperti pebisnis, politisi, kelompok penekan, dan warga biasa, menjadi bagian dari sistem politik Amerika yang sudah ajeg.
Dan Obama yang dielu-elukan warga “non Barat” sepertinya akan jadi pengisi buku sejarah, karena koneksi berikutnya akan sulit diikuti penggantinya, siapapun dia. Termasuk Hillary yang ikut dalam satu termin pemerintahan Obama sebagai menteri luar negeri.
Konon Bernie Sanders, lebih mirip dengan Obama dalam hal ide, mengurangi ketidaksetaraan sosial ekonomi dan memangkas dana negara di bidang politik.
Tentu saja, siapapun pemenangnya, Hillary Clinton atau Donald Trump, tentu harus akomodatif dengan kepentingan “para pemilik saham” di Amerika Serikat, baik di tingkat elit, maupun warga biasa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.