Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ervan Hardoko
wartawan

Wartawan, peminat isu-isu luar negeri dan olahraga, meski tidak gemar berolahraga

Islamofobia dan Kemenangan Sadiq Khan

Kompas.com - 08/05/2016, 07:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Namun, saat itu Moazzam mengatakan, terpilihnya dia sebagai duta besar menunjukkan Inggris memberi kesempatan yang sama bagi semua warga negara itu.

"Saya mewakili wajah modern Inggris di luar negeri. Kami ingin menunjukkan bahwa semua bangsa dan ras mendapatkan kesempatan yang sama dan bisa sukses di Inggris," ujar Moazzam.

Dia juga tak melihat agama Islam yang dipeluknya akan menjadi keuntungan tersendiri saat menjalankan tugas di Indonesia.

"Bukan keuntungan, melainkan bisa menjadi gambaran bahwa kami sangat menghargai latar belakang dan warisan kami. Yang jelas, saya adalah seorang diplomat profesional dengan tujuan yang jelas selama bertugas di Indonesia," kata dia.

Ucapan Moazzam Malik, terkait kesempatan yang setara di Inggris, agaknya terbukti dengan suksesnya Sadiq Khan terpilih menjadi Wali Kota London pertama yang memeluk Islam.

Seperti ditulis BBC, putra sopir bus berdarah Pakistan itu juga harus mengalami jalan terjal selama kampanye.

Sebagai minoritas, baik dari sisi etnis maupun agama, berbagai serangan kampanye hitam menerpa pria kelahiran 8 Oktober 1970 itu, termasuk dianggap dekat dengan ekstremisme.

Nyatanya, dalam pemungutan suara, politisi Partai Buruh itu meraup 56,8 persen suara dan saingan terdekatnya Zac Goldsmith dari Partai Konservatif hanya meraup 43,2 persen suara.

Kampanye hitam terkait latar belakang agama yang dianut Khan memang muncul, tetapi hal itu ternyata tak memengaruhi sebagian besar pemilih.

Sadiq Khan sendiri bukan anak kemarin sore dalam dunia politik Inggris. Dia sudah menjadi anggota Partai Buruh pada usia 15 tahun. Saat berusia 24 tahun, Khan sudah menjadi anggota majelis di sebuah kawasan yang didominasi Partai Konservatif.

Saat menjadi menteri dalam kabinet pemerintahan PM Gordon Brown, Khan adalah Muslim pertama yang hadir dalam rapat kabinet. Jadi, untuk masalah politik, tak ada masalah dengan Khan.

AFP Infografik Sadiq Khan
Pertanyaannya, apakah terpilihnya Sadiq Khan sebagai wali kota London juga akan menghentikan diskriminasi dan islamofobia?

Sesuai janjinya untuk menjadi wali kota bagi seluruh warga London, kemenangan Khan bukan monopoli warga Muslim Inggris, khususnya London.

Bahkan, dalam beberapa hal, sejumlah pernyataannya bertentangan dengan keyakinan umat Muslim, misalnya Khan secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap pernikahan gay.

Gayanya yang tenang dalam menghadapi serangan kampanye hitam mendapat banyak pujian, termasuk dari komunitas umat Yahudi Inggris.

Sebagian warga London memahami bahwa kekuatan kota itu adalah dari keberagaman penduduknya dan bahwa minoritas harus dihormati, bukan dieksploitasi atau diabaikan.

Walau begitu, terpilihnya seorang Muslim sebagai Wali Kota London tak serta-merta mengakhiri islamofobia di Inggris, tetapi setidaknya untuk saat ini memberikan secercah harapan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com