Namun, berbeda dengan pemilihan umum di berbagai negara yang menyediakan banyak nama wakil rakyat untuk dipilih, para pemilih di Korea Utara tak mempunyai pilihan lain. Sebab, di dalam kartu suara hanya ada satu nama, yaitu Kim Jong Un.
Bahkan, di semua tempat pemungutan suara (TPS) di Korea Utara, semua kartu suara hanya berisi satu nama, sekali lagi, nama itu adalah Kim Jong Un. Dan, nyaris tak mungkin warga Korea Utara tak memilih Kim Jong Un, kecuali mereka yang cukup berani untuk mendapatkan masalah di kemudian hari.
Dengan demikian, pemilu Korea Utara tak lebih dari sebuah ajang untuk memantau adanya benih-benih perlawanan rakyat.
Seorang pelarian Korea Utara, Ji Hoon Park, mengatakan, pemilihan umum Korea Utara bukan saat rakyat negeri itu menyampaikan pandangan dan pilihannya.
"Sekolah-sekolah Korea Utara tidak mengajarkan mengapa pemilihan umum merupakan proses penting dalam sebuah negara. Rakyat tak memiliki ide tentang hak memilih," kata Park.
Pemilihan umum bahkan dijadikan sarana untuk mengumpulkan rakyat dan memberikan "pelajaran patriotisme".
"Rakyat dikumpulkan di lapangan dan meneriakkan slogan-slogan anti-Amerika," kata pelarian lainnya, Mina Yoon.
Biasanya, warga diarahkan ke TPS oleh para kepala komite wilayah. Di sepanjang jalan banyak dipasang poster yang menganjurkan warga untuk memilih. Di TPS, sebelum memilih, warga harus membungkuk untuk memberi hormat kepada foto keluarga Kim.
Selama ini, Partai Pekerja Korea dianggap sebagai partai penguasa. Namun, sebenarnya di Korea Utara terdapat tiga kelompok politik lain dalam sistem pemerintahan negeri itu yang kemudian membentuk Front Demokratik untuk Reunifikasi Negara.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.