Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Hukuman Mati untuk Dalang Kudeta, Erdogan di Persimpangan

Kompas.com - 19/07/2016, 08:11 WIB

ANKARA, KOMPAS.com - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Selasa (19/7/2016) dini hari, mengatakan, siap menggelar kembali hukuman mati jika rakyat negeri itu menghendaki dan parlemen menyetujui langkah tersebut.

Pernyataan ini disampaikan Erdogan disampaikan kepada para pendukungnya yang mendatangi kediamannya di kota Istanbul dan mendesak agar pemerintah menerapkan kembali hukuman mati terkait upaya kudeta militer yang gagal.

"Apakah hari ini tak ada hukuman mati di Amerika? Di Rusia? Di China? Atau di negara lain di dunia? Hanya negara-negara Uni Eropa yang tak menerapkan hukuman mati," ujar Erdogan.

Meski demikian, lanjut Erdogan, Turki adalah negara demokrasi yang mematuhi aturan dan hukum. Di sisi lain negara juga tak bisa mengesampingkan keinginan masyarakat.

Atas dasar itulah Erdogan mengatakan, dia berencana bertemu dengan Dewan Keamanan Nasional pada Rabu (20/7/2016), untuk membicarakan masalah penerapan kembali hukuman mati.

Namun, keinginan Turki menerapkan kembali hukuman mati kemungkinan besar tak akan berjalan mulus karena menyangkut keinginan negeri itu bergabung dengan Uni Eropa.

Pemerintah Jerman, bahkan langsung bereaksi keras atas rencana Turki itu, dengan mendesak Ankara untuk tidak menerapkan aturan hukuman mati.

Ancamannya jelas, Turki tidak dapat bergabung dalam Uni Eropa (UE) jika tetap menjalankan hukuman mati, kata Steffen Seibert, juru bicara pemerintah Jerman.

Pemerintah Jerman mendesak Turki menjalankan proses penyelidikan dan menangkap dalang di balik kudeta sesuai dengan hukum yang berlaku.

Berlin juga mempertanyakan kebijakan Ankara yang menahan ribuan hakim, selain anggota militer dan kepolisian.

Setidaknya 8.777 pejabat sipil, militer, polisi, hakim, dan jaksa yang diduga terlibat dalam upaya kudeta, telah dipecat.

Di antara mereka terdapat satu gubernur dan 29 pejabat setingkat gubernur juga dipecat. Di luar itu, 6.000 orang telah ditangkap dan 103 jenderal dan laksamana ditahan.

"Jerman dan negara anggota UE memiliki posisi jelas atas isu itu. Kami secara khusus menolak hukuman mati," kata Seibert dalam konferensi pers.

"Negara yang memiliki aturan hukuman mati tak dapat menjadi anggota UE. Perundingan keanggotaan Turki di UE akan berakhir jika rencana hukuman itu tetap dijalankan," ujarnya.

Turki sempat menghapus hukuman mati pada 2004, berujung pada terbukanya jalur perundingan keanggotaan UE beberapa tahun sesudahnya.
 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com