Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Khawatir Pengaruh China, Eksodus Warga Hongkong Terus Berlangsung

Kompas.com - 21/11/2013, 09:26 WIB
HONG KONG, KOMPAS.COM — Sebelum Hongkong dikembalikan ke bawah kekuasaan China pada tahun 1997, banyak warga Hongkong berimigrasi ke Amerika, Kanada, dan Australia karena khawatir akan masa depan di bawah pemerintahan Komunis.

Eksodus itu berkurang karena China telah membuktikan bersedia untuk menghormati status semi-otonomi Hongkong di bawah prinsip “Satu Negara, Dua Sistem”. Namun, faktor sosial dan politik sekali lagi mendorong warga Hongkong meninggalkan bekas koloni Inggris itu.

Harian The China Post melaporkan, pekan ini jumlah warga Hongkong yang ingin pindah ke Taiwan bertambah enam kali lipat dalam setengah tahun belakangan, mencapai hampir 700 permohonan pada bulan September.

Konsultan imigrasi Mary Chan, dari organisasi Rothe International di Kanada, mengatakan, kantornya di Hongkong telah dibanjiri oleh berbagai pertanyaan yang diajukan banyak keluarga yang ingin pindah ke luar negeri.

Tren serupa pernah terjadi semasa penyerahan kedaulatan Hongkong kepada China tahun 1997, kemudian ketika krisis keuangan Asia tahun 1998 dan wabah SARS tahun 2003. Namun, katanya, kali ini faktornya berbeda.

“Mereka tidak senang dengan situasi di Hongkong sekarang ini. Mayoritas prihatin akan pendidikan anak-anak mereka: tidak mudah untuk memasukkan mereka ke sekolah yang bagus. Harga properti yang mahal adalah keprihatinan kedua. Bagi keluarga kelas menengah, harganya sangat tidak terjangkau,” ungkap Chan.

Hampir 4.000 orang beremigrasi dari Hongkong pada pertengahan pertama tahun 2013, naik delapan persen dari tahun lalu. Migrasi adalah “pembicaraan banyak orang”, kata anggota DPR Fernando Cheung. Biaya hidup jelas merupakan salah satu faktor pendorong. Cheung mengutip data yang, katanya, mengindikasikan konstituennya harus membayar satu juta dollar untuk membeli sebuah apartemen kecil di pusat Hongkong.

Namun, dia mencermati bahwa frustrasi terhadap Pemerintah Hongkong —dan Beijing yang terus merongrong otonomi politik Hongkong— juga mendorong eksodus terbaru ini.

Cheung menjelaskan, “Pemerintah kekurangan dukungan rakyat. Tidak ada demokrasi yang sesungguhnya dan banyak campur tangan yang dilakukan China terhadap urusan dalam negeri Hongkong. Dalam polemik terbaru tentang isu perizinan TV publik, ada bukti nyata bahwa China berupaya memengaruhi para anggota DPR dalam mengambil keputusan. Kami kehilangan otonomi, dan orang-orang mempertimbangkan untuk meninggalkan Hongkong secara permanen.”

Entah benar atau salah, banyak warga Hongkong menyalahkan banjirnya pengunjung dari China daratan, yang tahun lalu saja mencapai 35 juta orang.

Banyak dari mereka masuk dengan visa yang dikeluarkan oleh China, bukan oleh otoritas Hongkong. Dalam satu dasawarsa terakhir, 500.000 orang telah bermukim di Hongkong, yang jumlah populasinya tujuh juta orang.

Orang-orang China daratan itu kini dijuluki “kawanan belalang” yang menggerogoti sumber daya Hongkong dan menekan infrastrukur, termasuk sekolah-sekolah dan rumah sakit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com