Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Keturunan WNI Tanpa Kewarganegaraan di Malaysia: Tak Boleh Sekolah, Takut Ditangkap Polisi

Kompas.com - 05/02/2020, 21:37 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

Akibatnya, Efa Maulidiyah digolongkan sebagai anak tanpa kewarganegaraan sehingga ia tidak boleh mengakses pendidikan di sekolah negeri, tidak mendapatkan akses kesehatan secara gratis, tidak pula boleh bekerja secara resmi, dan juga tidak mendapat hak-hak lain sebagai warga negara.

Jika ia bersekolah, pilihan yang ada adalah sekolah swasta, jauh dari kemampuan ekonomi keluarga yang ditopang dari penghasilan Tuah bin Osman sebagai satpam dan Asma sebagai penjual jajanan anak-anak.

Baca juga: Kunjungi WNI yang Dikarantina di Natuna, Prabowo Minta Warga Tak Cemas

"Sedih. Saya hidup di Malaysia tak boleh bekerja, tak boleh sekolah. Cita-cita saya pun tidak bisa saya teruskan karena tak boleh sekolah," ungkap Efa.

Ketakutan yang senantiasa menghantuinya adalah razia polisi terhadap para pendatang ilegal.

"Saya takut ditangkap polisi. Biasanya polisi minta semua dokumen, minta duit. Tapi saya takut kena tangkap.

"Kalau ditangkap polisi, polisi akan hantar ke Indonesia pun tak boleh. Tak ada identitas Indonesia. Hidup di Malaysia juga tak boleh, tak ada identitas."

Baik Tuah bin Osman, Asma maupun Efa mengaku telah menempuh berbagai cara untuk mengurus dokumen, dipingpong dari satu instansi ke instansi lain, mulai dari tingkat pemerintah negara bagian hingga tingkat federal.

Baca juga: Anggun: Mungkin Sudah Saatnya Indonesia Bisa Beri Dwi Kewarganegaraan

Jalur adopsi

Ketika berusia 12 tahun, batas usia seseorang mendapat IC (Identity Card) atau kartu tanda penduduk, Efa diberi IC merah, artinya dianggap warga negara asing, bukan kartu biru sebagai warga Malaysia.

Oleh karena itu, ayah Efa menolak kartu tersebut dan atas persetujuan istri, Asma, sampailah mereka pada solusi untuk menempuh jalur adopsi, sebagaimana dianjurkan oleh salah satu instansi.

"Orang saran kita ambil sebagai anak angkat. Kita disuruh ke balai maka kita pergi ke balai, ambil surat untuk anak angkat," kata Asma.

Balai yang dimaksud Asma adalah Jabatan Pendaftaran Negara, yang menangani masalah kependudukan.

Baca juga: WNI Kena Virus Corona di Singapura, Ini Penjelasan Kemenkes

Akan tetapi permohonan Tuah bin Osman mengangkat Efa ditolak karena usia Efa sudah remaja ketika itu.

Menurut Abdul Rachman, seorang aktivis buruh migran yang mendampingi keluarga Tuah bin Osman, harapan tetap ada dengan melalui tahapan-tahapan, dimulai dengan uji DNA guna merevisi akta kelahiran.

"Bahwasanya bapak adalah ayah daripada anak ini, yang pastinya di Malaysia melalui DNA. Kalau sudah resmi bahwa bapak adalah ayah daripada anak ini maka bapak akan saya dampingi untuk menuntut kepada pihak yang terkait memasukkan nama ayah di sijil kelahiran (akta kelahiran) ini," jelas Abdul Rachman.

Hanya saja uji DNA memakan biaya tidak sedikit, sekitar 4.000 ringgit atau kira-kira Rp13 juta dan fungsi hasil uji DNA itu hanya sebagai bukti pendukung.

Baca juga: Ada Petisi Cabut Kewarganegaraan Rizieq Shihab, Menkumham Tegaskan Enggak Segampang Itu!

Diakui pemerintah Malaysia bahwa proses pembuktian seorang anak berhak mendapat status warga negara atau tidak, memang memakan waktu.

Belakangan Menteri Dalam Negeri Tan Sri Muhyiddin Yassin mengatakan pemerintah telah bertekad mempercepat proses pengurusan kewarganegaraan mereka.

"Itu akan dilakukan sesuai dengan hukum, konstitusi dan prosedur standar yang telah ditempuh selama ini dalam mempertimbangkan pemberian kewarganegaraan.

"Kita tidak bisa membandingkan satu kasus dengan lainnya. Mungkin saja kasusnya mirip tapi sejatinya berbeda. Jadi yang kita perlu lakukan adalah mempercepat prosesnya," kata menteri yang dalam pemerintahan sebelumnya duduk sebagai wakil perdana menteri itu.

Hingga kini belum jelas bagaimana implementasi tekad itu di tataran pelaksanaan.

Baca juga: WNI Kena Virus Corona di Singapura, Ini Penjelasan Kemenkes

Adik-adik warga negara Malaysia

Seandainya, Tuan bin Osman selaku ayah Efa Maulidiyah mendaftarkan pernikahannya dengan Asma secara resmi, sebelum Efa lahir, maka nasibnya tentu akan berbeda.

Kedua adik Efa, lahir setelah pasangan itu menikah secara resmi di kota asal Asma, Surabaya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com