HONG KONG, KOMPAS.com - Pemerintah Hong Kong akhirnya mengumumkan rencana kontroversial berupa perhelatan UU Ekstradisi bakal ditunda pembahasannya setelah mendapat protes keras.
Dalam konferensi pers, Chief Executive Hong Kong Carrie Lam menuturkan peraturan itu sudah menimbulkan keraguan, kesalahpahaman, dan perpecahan di masyarakat.
"Saya harus mengakui bahwa dalam komunikasi dan penjelasan ada kekurangan,: kata Lam dilansir BBC Sabtu (15/6/2019). Karena itu, dia menerima saran untuk "menunda dan berpikir".
Baca juga: Buntut Terjadi Unjuk Rasa, Hong Kong Bakal Tunda Bahas UU Ekstradisi
Lam menjelaskan dia harus bertumpu kepada kepentingan terbesar Hong Kong. Termasuk di antaranya adalah memulihkan perdamaian serta ketertiban.
Dia mengumumkan bahwa penundaan itu bakal berlangsung hingga mereka mendengarkan seluruh opini mengenai dampak dari UU Ekstradisi itu jika diterapkan.
"Karena itu, kami tidak berniat mengumumkan tenggat waktu kapan penundaan ini bakal berakhir," tegas politisi 62 tahun itu seperti dilansir AFP.
Meski begitu, dia bersikukuh bahwa pemerintah mengusulkan adanya undang-undang itu untuk "menambal lubang" supaya Hong Kong tidak menjadi tempat persembunyian kriminal.
Sejatinya, UU Ekstradisi itu bakal mengekstradisi penjahat jika mendapat permintaan dari otoritas China daratan, Macau, maupun Taiwan didasarkan kasus per kasus.
Usulan itu muncul setelah seorang pria Hong Kong membunuh pacarnya ketika mereka berlibur di Taiwan. Namun pria itu tidak bisa diesktradisi.
Sejumlah pejabat Hong Kong, termasuk Lam, menegaskan bahwa keberadaan undang-undang itu tidak lain adalah memberi perlindungan dari para kriminal.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan