Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Culik Dewi Sinta", Pagelaran Wayang Rasa Bule di Swiss

Kompas.com - 27/02/2019, 17:34 WIB
Krisna Diantha Akassa,
Ervan Hardoko

Tim Redaksi

BERN, KOMPAS.com - Selama ini ada tiga ikon yang amat dikenal di Sion, Wallis, Swiss Barat. Ketiga ikon itu adalah adu sapi, Kastil Tourbillon dan ladang anggur.

Kini, mulai mulai muncul hal baru di kota itu, setidaknya  bagi warga Indonesia atau  mereka yang menyukai budaya Nusantara. Ikon baru itu adalah gamelan Jawa,.

Semua bermula dari kerja keras Nicole Coppey. Bersama anaknya, Timothee Coppey, mereka, perlahan namun pasti, mulai mengenalkan budaya Indonesia, khususnya gamelan Jawa.

Baca juga: Eva Christiane von Reumont, Perempuan Jerman Pemburu Wayang Kulit

Tak sekadar pentas, lalu selesai. Namun, keluarga Coppey mendirikan sekolah musik yang dinamai Un, Deux, Trois, Musiques atau Musik Satu Dua Tiga.

Sekolah musik ini berdiri sebelas tahun silam.  Keberadaan sekolah ini membuat budaya Nusantara, khususnya gamelan, akan terus berkumandang di kota yang dikuasai pegunungan Alpen itu.

"Kami, sejak lama, memang mencintai musik, khususnya gamelan Jawa,“ kata Nicole kepada Kompas.com.

"Ini musik bagus, spektakuler, harus dilestarikan,“ imbuhnya.

Dari gamelan Jawa, pada akhirnya akan menularkan juga wayang kulit dan seni batik. Kedua kesenian itu saling berkaitan dengan gamelan Jawa.

Pada mulanya, mereka hanya menggelar pentas di kalangan keluarga. Lambat laun, merambat  ke KBRI Bern, hingga ke Indonesia.

KBRI Bern sendiri meminjamkan seperangkat gamelan Jawa. Serta menghibahkan seperangkat wayang kulit untuk sekolah musik ini.

Proyek terbaru sekoah tersebut adalah pagelaran wayang kulit untuk umum dengan lakon yang diambil dari epos Ramayana, "Culik Dewi Sinta".

Baca juga: Kisah Dalang Wayang Kulit Tunanetra yang Tampil di Depan Obama

Dan, tiket yang dibandrol sebesar 23 franc Swiss atau setara Rp 320.000 untuk pertunjukan Sabtu malam (23/2/2019) itu, sold out alias ludes.

"Meskipun wayang kulit tergolong budaya baru bagi warga Sion, mereka mampu menyajikannya secara memikat. Indah namun tetap terkomunikasi,“ kata Maria Ronnie Sri Rohanah, salah satu penonton.

Para penabuh gamelan yang mengiringi pertunjukan wayang kulit dengan lakon Culik Dewi Sinta pada Sabtu (23/2/2019) di kota Sion, Swiss seluruhnya adalah siswa sekolah musik di kota tersebut.Kompas.com/Krisna Diantha Para penabuh gamelan yang mengiringi pertunjukan wayang kulit dengan lakon Culik Dewi Sinta pada Sabtu (23/2/2019) di kota Sion, Swiss seluruhnya adalah siswa sekolah musik di kota tersebut.
Christopher, dalang pertunjukan wayang ini, diimpor dari Paris, Perancis. Sang dalang fasih berbahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

Maka, dalam lakon "Culik Dewi Sinta" yang berdurasi satu setengah jam itu, selain dialog dalam bahasa Perancis, Christopher dengan luwes mengumandangkan suluk seperti  "bumi gonjang ganjing, langit  kelap kelap" atau "haladialah" dan sejenisnya.

Penabuh gamelan, semua adalah anak didik Nicole Coppey. Pemegang kendali, adalah Timothee Coppey yang menabuh gendang.

Baca juga: KBRI Australia Gelar Wayang Kulit dalam Bahasa Inggris

"Tentu saja saya harus juga mengikuti apa yang dimainkan dalang. Bukan hal mudah, tapi dengan banyak latihan, akhirnya jalan juga,“ kata Timothee.

Meski hanya satu setengah jam, sedikitnya 100 penonton memenuhi gedung sekolah tempat pagelaran itu dihelat. Lebih dari seratus penonton, tambah Nicole, tak akan muat.

Ki Sri Joko Wiyono, pakar wayang kulit sekaligus diplomat PTRI Jenewa, menyambut baik upaya Nicole mengenalkan wayang kulit ke publik Sion.

Sebagai hiburan, imbuh Joko, pagelaran ini cukup berhasil. Ratusan penonton itu mengerti kisah yang dipaparkan dalam lakon "Culik Dewi Sinta".

Aksi dalang Christopher serta iringan gamelan Timothee, imbuh Joko, sudah mirip seperti pertunjukan wayang kulit di Jawa.

"Cuma memang bukan seperti pagelaran wayang kulit seperti aslinya. Paling tidak, dominannya bahasa asing, khususnya Perancis, menghilangkan ruh wayang kulit itu,“ kata Joko.

Baca juga: Sstt... Ada Wayang Kulit Kuno di Museum Taiwan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com