NEW YORK CITY, KOMPAS.com - Pemerintah Amerika Serikat pada Senin (24/9/2018) mengklaim telah menemukan bukti adanya kekerasan sistematis oleh militer Myanmar terhadap etnis warga Rohingya.
AFP mewartakan, Kementerian Luar Negeri AS merilis laporan tersebut kepada PBB.
Kemenlu AS melakukan studi dengan mewawancarai 1.024 warga etnis Rohingya dewasa yang tinggal di pengungsian, di Bangladesh. Wawancara digelar pada April lalu.
Hasil penelitian tersebut konsisten dengan laporan dari kelompok hak asasi manusia. Namun, sebagian menilai bukti yang disodorkan AS masih tidak memihak korban.
Baca juga: Krisis Rohingya: Panglima Myanmar Sebut PBB Tak Berhak Ikut Campur
Laporan dari Kemenlu AS tidak menggunakan istilah genosida atau pembersihan etnis untuk menggambarkan pembunuhan massal terhadap Rohingya.
"Survei mengungkap ada kekerasan di negara bagian utara Rakhine secara ekstrem, berskala besar, meluas, dan tampaknya diarahkan untuk meneror penduduk dan mengusir warga Rohingya," demikian laporan dari Biro Intelijen dan Penelitian Kemenlu AS.
"Ruang lingkup dan skala operasi militer menunjukkan serangan yang terencana dan terkoordinasi dengan baik," tulis laporan itu.
Laporan tersebut juga memaparkan pelaku kekerasan menggunakan taktik sehingga korban semakin banyak, misalnya dengan mengunci warga di dalam rumah dan membakar mereka.
Taktik lain seperti memagari seluruh desa sebelum menembaki kerumunan warga, dan menenggelamkan perahu yang dipenuh ratusan penduduk yang berusaha kabur.
Laporan Kemenlu AS menyebut 82 persen pengungsi Rohingya menyaksikan langsung pembunuhan, dan 52 persen mengalami kekerasan seksual.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan