Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Tim Sepak Bola Wanita Afghanistan, Mulai Diludahi hingga Dibom

Kompas.com - 08/03/2018, 15:35 WIB
Ervan Hardoko

Editor

Sebuah studi BBC mengungkap bahwa kelompok Taliban masih aktif di 70 persen wilayah Afghanistan.

Fakta ini secara langsung mempengaruhi kehidupan 15 juta orang atau kira-kira separuh dari seluruh penduduk Afghanistan.

Hal itu juga mengancam kebebasan yang dinikmati perempuan Afghanistan sejak rezim Taliban digulingkan pada 2001.

"Jika seorang perempuan bermain sepak bola, maka ayahnya, saudaranya, pelatihnya, ibunya, dihakimi oleh masyarakat sekitar," kata Lindsey.

Baca juga : Cerita Pilot Perempuan Afganistan yang Akhiri Perjalanan Keliling Dunia di Bali

"Khalida Popal, direktur program kami ... kakaknya ditikam sampai hampir meninggal dunia karena mengizinkan adik perempuannya bermain bola."

"Sungguh menakjubkan bagi saya bahwa setelah apa yang mereka alami setiap hari, mereka tetap saja ingin bermain sepak bola," tambah Lindsey.

"Tampil terbuka menjadi sorotan semua orang, dan dengan ancaman Taliban - ini urusan hidup dan mati bagi gadis-gadis itu."

"Saya berulang kali bertanya pada diri sendiri: 'Apakah saya bersedia mati demi bisa bermain sepak bola?' Saya memuji mereka setiap hari bahwa mereka datang berlatih dan bahwa sepak bola berarti dalam kehidupan mereka di tengah situasi yang begitu kacau balau."

Belum pernah main di lapangan ukuran normal

Tugas Lindsey melatih timnas sepak bola perempuan Afghanistan sama sekali tidak mudah.

Dengan kamp pelatihan berada di luar Afghanistan, praktis Lindsey harus rela melatih jarak jauh dengan menggunakan telepon dan email.

Sejumlah pemainnya bahkan ada yang belum pernah menginjak lapangan ukuran penuh sebelum berlatih dengan timnas untuk mempersiapkan laga persahabatan awal bulan ini melawan Yordania.

Saat itu timnas Afghanistan menelan kekalahan telak 5-0 dan 6-0.

"Kami bertemu setiap dua pekan lewat telepon untuk mendiskusikan latihan, nutrisi, apa yang terjadi dengan tim, apa yang mereka sudah berhasil dan apa kesulitan mereka di dalam dan di luar luar lapangan," ujar Lindsey.

"Kami mengirimkan video, materi latihan, dan powerpoint berisi taktik untuk mereka pelajari sehingga ketika mereka datang ke kamp pelatihan mereka tahu apa yang ingin kami lakukan sebagai sebuah tim."

Ketika mereka bertemu, Lindsey harus segera melatih hingga hal mendasar.

"Setiap kali yang datang ke kamp pelatihan adalah kelompok perempuan yang berbeda-beda," katanya.

Baca juga : RI Gratiskan Biaya Kuliah bagi Mahasiswa Perempuan Afganistan

"Kami tidak selalu mendapatkan orang yang sama, jadi kami harus selalu mengajarkan lagi permainan 11-11, posisi, peran, tanggung jawab yang menurut saya oleh kebanyakan pelatih nasional dianggap sudah merupakan hal yang diketahui semua pemain," tambahd dia.

"Saya menghargai pemain yang hidup di luar Afghanistan karena menghormati apa yang ingin kami lakukan, dan tidak merasa frustrasi dengan kami karena harus kembali mengulang-ulang dari dasar."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com