Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jika Mereka Menculik 10 Orang, Hanya Satu yang Kembali"

Kompas.com - 25/02/2018, 16:33 WIB
Veronika Yasinta

Penulis

Sumber AFP


TEKNAF, KOMPAS.com - Ratusan orang etnis Rohingya yang putus asa masih terus melakukan perjalanan dari perbatasan Myanmar ke Bangladesh setiap pekan.

Mereka membawa laporan mengenai penyiksaan dan pembunuhan yang mengerikan, 6 bulan setelah operasi militer memicu krisis pengungsian besar-besaran.

Salah satu etnis Rohingya yang baru sampai ke Bangladesh, Nur Mohammad mengatakan, desanya di negara bagian Rakhine di Myanmar dipenuhi banyak warga selain etnis Rohingya, beberapa hari sebelum mereka akhirnya diizinkan untuk pergi.

"Mereka membakar rumah kami, membuat kami terkurung dan kelaparan," kata Mohammad.

"Desa-desa dihancurkan. Kami berjalan berhari-hari melewati pegunungan untuk sampai di sini," ucapnya.

Enayetullah juga termasuk di antara 200 orang Rohingya yang melintasi sungai Naf dan sampai ke Bangladesh pada Jumat (23/1/2018).

Baca juga : Gajah Hancurkan Kamp Pengungsi Rohingya di Bangladesh, 1 Tewas

Sebagian besar tetangganya telah pergi lebih awal dan telah menjadi bagian dari eksodus Rohingya sebanyak 700.000 orang sejak 25 Agustus 2017.

"Kami tinggal selama beberapa bulan ini dengan harapan situasinya akan baik-baik saja, namun dalam beberapa pekan terakhir, pasukan keamanan telah menyingkirkan kaum muda kami. Jika mereka menculik 10 orang, hanya satu yang kembali," kata Enayetullah kepada AFP.

Enayetullah mengatakan, pasukan keamanan Myanmar telah membakar tokonya, mengusirnya dan ketiga saudara laki-lakinya untuk meninggalkan rumah mereka di desa Mognapara, dekat kota Buthidaung.

Tindakan keras militer di utara Rakhine telah disebut sebagai pembersihan etnis oleh PBB dan Amerika Serikat.

Sementara Bangladesh dan Myanmar terus mendiskusikan pengembalian para pengungsi, tapi arus masuk etnis Rohingya masih terus berlanjut.

Baca juga : Myanmar-Bangladesh Sepakat Pindahkan Rohingya dari Tanah Tak Bertuan

Dalam beberapa hari, sebanyak 200 orang menyeberangi perbatasan. Lebih dari 2.500 orang telah memasuki kamp-kamp yang kelebihan pengungsi di Bangladesh sepanjang Februari ini.

Human Rights Watch menyatakan, 55 desa lainnya telah diratakan sejak November 2017.

Etnis Rohingya secara sistematis telah dilucuti haknya sebagai warga negara Myanmar dalam beberapa dekade terakhir. Mereka juga menghadapi diskriminasi yang merajalela.

Namun, Myanmar membantah telah melakukan kekerasan terhadap kaum minoritas. Pejabat di sana juga menolak memberikan akses penyidik PBB ke wilayah di mana ribuan orang Rohingya diyakini telah terbunuh.

Pada November 2017, Bangladesh dan Myanmar menandatangani sebuah kesepakatan untuk memulangkan sekitar 750.000 warga etnis Rohingya selama dua tahun. Pekan lalu, Bangladesh mengirimkan daftar 8.000 nama ke Myanmar untuk verifikasi.

Pengungsi Rohingya mengumpulkan air di kamp pengungsi Thankhali di distrik Ukhia, di Bangladesh pada 24 Januari 2018. (AFP/Munir Uz Zaman) Pengungsi Rohingya mengumpulkan air di kamp pengungsi Thankhali di distrik Ukhia, di Bangladesh pada 24 Januari 2018. (AFP/Munir Uz Zaman)

Tak ingin pulang

"Jika mereka memulangkan kami, kami akan disiksa atau dibunuh. Kami lebih baik dibunuh di Bangladesh," kata Mohammad Elias, saat melakukan demonstrasi menentang repatriasi tersebut.

Menurut PBB, sejak kesepakatan pemulangan yang ditandatangani pada 23 November 2017, hampir 70.000 orang etnis Rohingya telah mencapai Bangladesh melalui rute yang berbeda.

"Mereka yang datang belakangan ini mengaku telah disiksa," kata kepala polisi Teknaf di Bangladesh, Mainuddin Khan.

Baca juga : Pemerintah Myanmar Diduga Hancurkan Kuburan Massal Rohingya

Berbagai lembaga bantuan mengatakan, masih ada risiko kritis terhadap penyakit yang mengancam jiwa di kamp-kamp yang penuh sesak di Bangladesh, di mana sebagian besar pengungsi tinggal di gubuk.

Ancaman baru muncul bersamaan dengan musim badai yang dimulai pada April. Badai besar telah menewaskan ratusan ribu orang di sepanjang pantai di Bangladesh dalam 5 dekade terakhir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com