Gelombang imigrasi Yahudi setelah terbentuknya Organisasi Zionis Dunia kini menjadi lebih terorganisasi dengan tujuan yang jauh lebih jelas pada masa mendatang.
Namun, dengan semakin banyaknya imigran Yahudi yang datang, semakin banyak pula tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan permukiman. Konflik dan sengketa perebutan tanah tak jarang terjadi di antara kedua bangsa ini.
Semakin meningkatnya jumlah imigran Yahudi di Palestina ternyata juga membuat Kekaisaran Ottoman khawatir.
Namun, kekhawatiran mereka lebih didasari fakta bahwa kebanyakan imigran Yahudi itu datang dari Rusia yang merupakan musuh utama Ottoman dalam perebutan kekuasaan di kawasan Balkan.
Ottoman khawatir para pendatang Yahudi dari Rusia ini akan menjadi perpanjangan tangan negeri asalnya untuk melemahkan kekuasaan Ottoman di Timur Tengah.
Jadi, kekerasan pertama yang menimpa para imigran Yahudi pada 1880-an di Palestina, khususnya yang dilakukan Ottoman Turki, adalah karena mereka dianggap sebagai bangsa Rusia atau Eropa, bukan karena mereka adalah Yahudi.
Sementara itu, langkah menentang imigran Yahudi pun dilakukan penduduk lokal, khususnya warga Arab.
Mereka mulai memprotes akuisisi tanah oleh pendatang Yahudi. Atas aksi protes ini akhirnya membuat Kekaisaran Turki Ottoman Turki menghentikan penjualan tanah kepada para imigran dan orang asing.
Meski demikian, pada 1914 jumlah warga Yahudi di Palestina sudah berjumlah 66.000 orang, separuhnya adalah pendatang baru. (bersambung)
Baca juga: Korea Utara Mengecam Pengakuan Trump terhadap Yerusalem