Para terdakwa yang saat itu memakai kemeja formal lengan panjang dan bahkan ada yang memakai jas, disuruh menunggu di samping dan di belakang tempat persidangan.
Generasi masa depan
Saat petugas registrasi meneriakkan nama mereka, mereka berjalan seperti berbaris. Saya ingat pernah berpikir bahwa mereka adalah calon perwira militer, yang ke depannya akan memadati dermaga dan kadang menimbulkan kebingungan.
Saya merasa sangat terganggu dengan suasana di pengadilan. Itu sangat aneh.
Semua pemuda berwajah segar dan cerdas terlihat di sini. Dalam konteks lain, saya berpikir, "Inilah sekelompok anak muda yang sebenarnya bermasa depan cerah. Masa depan negara saya."
Tetapi sebaliknya, mereka malah berkumpul di tengah ruang sidang. Kini masa depan mereka menjadi tidak pasti karena tindakan yang telah mereka lakukan pada Zulfarhan sekitar enam bulan lalu.
Seorang anak laki-laki, salah satu dari kelompok mereka telah meninggal dengan sangat mengerikan.
Hanya segerombolan sembilan belas pemuda ini yang tahu alasannya. Hanya mereka juga yang tahu bagaimana mereka melakukannya.
Sepanjang persidangan, Zulkarnain, Hawa, dan anak perempuan mereka yang berusia 15 tahun duduk di barisan depan tempat persidangan. Terdiam dan tenang, mereka memandangi para tersangka pelaku pembunuhan anak mereka yang memadati di depan mereka.
Sementara itu, di sekitar mereka terdapat juga orangtua para kesembilan belas terdakwa. Beberapa terlihat menunjukkan muka malu dan beberapa ada yang mencoba menghibur anak laki-laki mereka.
Setelah melihat perbedaan tingkah laku para orangtua, saya bertanya apakah Zulkarnain melakukan interaksi dengan mereka.
Sang ayah menjelaskan, “Dua orangtua terdakwa mendekati saya untuk memohon maaf.”
“Saya berkata kepada mereka. Jika saya memaafkan Anda apakah anak saya akan kembali?”
Namun setidaknya dalam masa percobaan yang tertunda, keluarga tersebut mendapatkan gambaran bagaimana hari terakhir anak laki-laki mereka dan alasan kematiannya, di mana terdapat sebuah kekerasan yang luar biasa brutal di balik kematiannya.
Zulkarnain dengan blak-blakan menggambarkan bagaimana perasaan mereka saat itu. "Kami tidak tahu apa yang terjadi di sepanjang minggunya ketika anak saya disiksa hingga ditemukan meninggal. Sepertinya tidak ada yang menyadari bahwa dia hilang dan karena itulah kami harus datang ke persidangan."