Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Kisah Zulfarhan, Calon Perwira yang Tewas Disiksa Rekan-rekannya

Kompas.com - 21/11/2017, 21:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Zulfarhan disiksa menggunakan setrika uap yang lalu ditekan-tekan dan digosokkan di sepanjang bagian tubuh serta badannya. Sabuk, selang karet, dan gantungan baju juga digunakan untuk menyiksanya.

Penyiksaan tersebut diduga dilakukan di asrama UPNM antara pukul 02.30 dan 05.30 pada 21 Mei 2017 dan kemudian kembali dilakukan keesokaan harinya pada pukul 01.30 sampai 05.45 dini hari.

Laporan dari berita yang sama juga menyebutkan bahwa sepekan kemudian pada 27 Mei 2017, dua rekan setimnya membawa Zulfarhan ke sebuah klinik di Bangi untuk menjalani perawatan. Mereka kemudian membawanya kembali ke klinik tersebut pada 31 Mei 2017.

Pada 1 Juni 2017, tepatnya sebelas hari setelah penyerangan, Zulfarhan akhirnya dibawa ke rumah sakit. Zulfarhan meninggal hanya beberapa saat setelah tiba di rumah sakit meski para dokter sempat melakukan dua kali upaya pertolongan untuk menyembuhkan kembali tubuhnya yang telah hancur.

Bagi orangtua, perasaan awal saat melihatnya begitu menegangkan dan luar biasa menyakitkan. Seperti yang Hawa jelaskan, "Ketika mereka pertama kali membawa kami masuk untuk mengidentifikasinya, kami hanya ditunjukkan mukanya."

Hawa mengatakan hal ini dengan tangan di dadanya, menerangkan bagian tubuh Zulfarhan yang sudah dibuka semuanya.

"Kami meminta untuk melihat seluruh tubuh anak laki-laki kami," ucapnya. Saat itu, suara Hawa menjadi lebih pelan seakan rasa sakit saat berduka kembali masuk ke dalam dirinya.

Menurut laporan otopsi, 80 persen tubuh Zulfarhan terkena luka bakar.

Zulkarnain kembali menceritakan, "Saya tidak memiliki kata-kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana rasanya melihat anak laki-laki kami di sana. Air mata saya seperti sudah habis. Ini sangat menghancurkan hati ibunya. Ibunya telah melahirkannya dengan baik seorang bayi laki-laki yang sehat."

Sang ayah melanjutkan kalimatnya dengan terbata-bata, "Saya tidak bisa berhenti bertanya pada diri sendiri. Mengapa kami harus menguburnya seperti ini? Apa yang terjadi?"


Hawa Osman, 54 th, dan Zulkarnain Idros, 53 th, berniat untuk menghadiri semua sidang pengadilan untuk mengetahui kebenaran tentang kematian anak mereka.
Karim Raslan Hawa Osman, 54 th, dan Zulkarnain Idros, 53 th, berniat untuk menghadiri semua sidang pengadilan untuk mengetahui kebenaran tentang kematian anak mereka.
Tubuh Zulfarhan dikuburkan oleh keluarganya pada 2 Juni 2017 pukul 15.00. Zulfarhan dimakamkan di Johor malam itu.

Saya bertemu keluarga tersebut di Kompleks Pengadilan Kuala Lumpur pada 27 Oktober 2017. Kedua orangtua tersebut memakai kaus bertuliskan #justice4farhan di dada. Pengadilan tersebut menyebutkan bahwa terdapat 19 pemuda yang terlibat dalam kematian Zulfarhan.

Lima pemuda didakwa melakukan pembunuhan dan satu pemuda didakwa ikut bersekongkol. Para pelaku terancam hukuman mati karena tuduhan tersebut.

Para pemuda yang terlihat masih sangat muda dimasukkan ke dalam penjara. Mereka diborgol di samping para pelaku narkoba dan pencuri kecil yang sudah sering keluar masuk pengadilan.

Tiga belas pemuda lainnya didakwa dengan sengaja menyebabkan luka bakar dan jika terbukti bersalah, mereka akan menghadapi hukuman 7 tahun penjara. Mereka tidak langsung dikirim ke penjara saat itu.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com