NEW YORK, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa Antonio Guterres mendesak otoritas di Myanmar untuk menghentikan kekerasan di negara bagian Rakhine.
Guterres juga meminta Myanmar mengambil langkah untuk memberikan kesempatan bagi warga Rohingya di sana, menjalani kehidupan normal.
Seperti yang telah diberitakan, hampir 125.000 pengungsi Rohingya telah melintasi perbatasan menuju Banglades, dalam beberapa pekan terakhir.
Mereka melarikan diri dari apa yang disebut serangan dari pasukan Myanmar. Dikabarkan, militer Myanmar membakar desa-desa sebagai tanggapan atas serangan militan Rohingya sebelumnya.
Baca: Kami Dengar, Orang-orang Berteriak Bakar, Bakar, Bakar...
"Keluhan dan penderitaan Rohingya yang tidak terselesaikan telah membusuk terlalu lama dan menjadi faktor yang tak terbantahkan dalam destabilisasi regional," kata Guterres, seperti dikutip AFP, Selasa (5/9/2017)
"Pihak berwenang di Myanmar harus mengambil tindakan tegas demi mengakhiri lingkaran kekerasan ini, dan untuk memberikan keamanan dan bantuan kepada semua pihak yang membutuhkan."
Sekjen PBB pekan lalu telah meminta pengamanan demi menghindari bencana kemanusiaan dari eksodus pengungsi.
Namun, kali ini dia kembali mengeluarkan desakan kepada semua pihak untuk mengakhiri kekerasan tersebut.
Pemerintah Myanmar harus memberikan kewarganegaraan atau setidaknya status hukum yang akan memungkinkan warga Rohingya memiliki kehidupan normal.
"Kehidupan normal tersebut termasuk kebebasan bergerak, akses ke pasar tenaga kerja, pendidikan, dan layanan kesehatan," kata Guterres.
Kelompok Rohingya dipandang sebagai imigran gelap di sebagian besar Myanmar. Mereka telah mengalami penganiayaan selama beberapa dekade.
Baca: Jangan Lihat Isu Rohingya sebagai Konflik antara Islam dan Budha
PBB telah berulang kali meminta Myanmar untuk memberikan hak kepada etnis Rohingya.
Sebuah laporan PBB baru-baru ini mengatakan, tindakan keras brutal terhadap minoritas Muslim dapat digolongkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.