Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Pertarungan Sengit Trump vs Hillary

Kompas.com - 09/11/2016, 10:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

Para pendukung Donald Trump sangat suka bersorak-sorak. Mereka melakukannya dengan sedikit provokasi: suara kencang dan nada kemarahan.

Kemarin malam, ketika saya bersama ribuan pendukung Trump di tempat kampanye terakhirnya di Grand Rapids, Michigan, saya menangkap "pesan" yang bisa menghantui pemerintahan Amerika mendatang, baik presidennya Trump atau pun Hillary Clinton. 

Yang pertama adalah teriakan "Lock her up!" ("Penjarakan dia!").

Kasus email pribadi Clinton dan isu pendanaan Clinton Foundation, telah memunculkan banyak kecurigaan tentang bagaimana pasangan Clinton itu bekerja. Sebagian besar publik Amerika kini tidak bisa melihat apakah pasangan Clinton ini jujur dan dapat dipercaya.

Seandainya Trump menang, pasangan ini bisa jadi akan terus dikejar-kejar dalam setiap kesempatan. Sebaliknya jika Trump kalah maka dia pun akan menjadi bulan-bulanan Kongres dan Senat dari kubu Demokrat yang marah atas tuduhannya itu.

Oh, tapi bukankah ini sudah terjadi di era Presiden Barrack Obama? Tidak. Ini sepenuhnya berbeda dari Obama, pemimpin yang memiliki catatan bersih dari tuduhan korupsi--bahkan diakui oleh lingkaran sayap kanan hingga kini.

Teriakan yang menuntut segera dipenjarakannya Clinton menunjukkan kemarahan mereka atas kasus itu. Bagi pendukung Trump, tidak dibutuhkan pembuktian apapun karena Clinton dinilai telah memutarbalikkan fakta investigasinya.

Namun, yang perlu digarisbawahi adalah karakter Trump yang tidak sabaran dan penuh amarah seakan terlihat mengabaikan hukum.

Ungkapan kedua yang juga diteriakkan berulang kali dengan penuh semangat adalah “Drain the Swamp” (“Bersihkan Korupsi”).

Sekali lagi, pernyataan Trump berhasil memenangkan lebih dari jutaan orang yang kini yakin bahwa Washington adalah pusat para koruptor dan tidak bermoral, yang menghancurkan kehidupan warga biasa Amerika, khususnya kaum putih, kelas pekerja Amerika.

Yang harus diingat adalah Trump dan Partai Republik seharusnya mengantongi lebih dari 40 persen suara mengingat tantangan yang bakal dihadapi Presiden Amerika ke depannya begitu besar. Sentimen itu menunjukkan bahwa siapapun yang akan menguasai Gedung Putih tahun depan akan dihadapkan pada banyak pekerjaan sulit.

Pemilihan Presiden AS 2016 ini dapat dikatakan sebagai pemilihan presiden yang tergila yang pernah ada—ini saya rasakan di Michigan!

Saat saya menulis kolom ini, pemungutan suara baru saja dimulai. Kami mungkin akan melewati malam yang panjang, atau semoga Tuhan tidak menghendaki terulangnya kembali saling tuduh-menuduh pada pilpres tahun 2000 saat George W. Bush and Al Gore bertarung.

Atau mungkin ini akan menjadi kemenangan yang cepat dan sempurna bagi Trump atau Clinton. Apapun yang terjadi, Presiden AS ke-45 ini sesungguhnya akan mewarisi sebuah negara yang sedang dalam kondisi parah.

KARIM RASLAN Suporter Donald Trump berkumpul di Sterling Heights, Michigan selama hari terakhir kampanye presiden.
Meskipun Presiden Obama pernah berjanji akan membawa “harapan dan perubahan” bagi Amerika, sejumlah faktor-- termasuk kerasnya tentangan dari Partai Republik, ketimpangan yang meningkat, ancaman dari kelompok agama yang ekstrim, serta cepatnya perubahan budaya, teknologi, dan ekonomi -- hanya memperdalam jurang di dalam negeri super power ini.

Sentimen masyarakat Amerika yang saya temukan di Grand Rapids menunjukkan hal tersebut. Kelas pekerja kulit putih marah melihat terkikisnya kesempatan mereka dalam memengaruhi arah pemerintahan.

Kaum minoritas Amerika, khususnya pertumbuhan populasi Hispanik, mungkin akan merasa terus dimusuhi Trump, dan keuntungan yang telah diraih sejak 2008 menjadi berbalik. Jelas, siapa pun yang akan memenangkan kursi presiden ini, harus meredam nafsu itu dan menyatukan negara.

Tapi sungguh sulit melihat bagaimana ini akan berjalan mengingat sengitnya kampanye berlangsung. Ada dua kandidat yang luar biasa tapi sekaligus memiliki cacat. Trump yang rasis dan gertakannya yang menawan, dan Clinton dengan karakternya yang menegangkan sejak suaminya, Bill menjadi Presiden.

Akankah salah satu dari mereka benar-benar miliki otoritas—politik maupun moral—untuk menggaet dukungan publik Amerika. Akankah pemerintahan berjalan baik seandainya Senat dan Kongres terbagi antara Republik dan Demokrat? Dan bagaimana dampaknya bagi Asia Tenggara?

Untuk alasan-alasan tersebut, menurut saya, sepatutnya Asia Tenggara bersiap diri karena Amerika akan semakin mementingkan dirinya sendiri. Kalau tidak curang maka tidak akan menang. “Poros Asia”-nya Obama pun boleh jadi hanya akan menjadi kenangan.

Asia Tenggara seperti memiliki dua kekuatan super di tangan. Di satu sisi, kita menginginkan investasi dan perdagangan dari China, tapi di sisi lain, juga membutuhkan kekuatan militer dan politik dari Amerika untuk menyeimbangkan “The Middle Kingdom”.

Jangan lupa bahwa Xi Jinping sedang memperkuat kekuasaanya di Beijing sehingga kelemahan Washington pada isu-isu ras, pemerintahan, dan bisnisnya dengan China, akan semakin memperkuatnya.

Di tahun-tahun mendatang, kita mungkin akan mengingat kembali Trump dan gemuruh teriakannya—bagaikan “Greek Chorus”—yang menggambarkan kemunduran tak terelakkan dari sebuah negara besar dan prinsip-prinsip yang dibangunnya.

*Artikel CERITALAH USA--akan terbit setiap hari mulai Kamis (3/11/2016)-- merupakan rangkaian dari CERITALAH ASEAN, yang ditulis dari perjalanan Karim Raslan selama 10 hari ke AS dalam rangka mengamati pemilu di sana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com