Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obama Bilang, Israel Harus Akhiri Okupasi dan Palestina Harus Akui Legitimasi Israel

Kompas.com - 21/09/2016, 08:16 WIB

NEW YORK, KOMPAS.com – Dua sisi akan mendapat keuntungan jika Israel menyadari bahwa mereka tak bisa secara permanen menduduki tanah Palestina dan jika Palestina menolak hasutan dan mengakui legitimasi Israel.

Obama mengungkapkan pendapatnya itu ketika ia ketika menyampaikan pidato di markas Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), New York, AS, Selasa (20/9/2016), seperti dilaporkan Reuters.

Upaya Obama untuk mewujudkan perjanjian perdamaian Israel-Palestina mengalami kegagalan selama hampir delapan tahun masa kepemimpinannya di Gedung Putih.

Usaha terakhir diprakarsa Menteri Luar Negeri John Kerry pada 2014 juga hingga saat ini dapat dikatakan gagal.

Para pejabat AS menyampaikan kemungkinan bahwa Obama akan mengungkapkan garis besar – “parameter” dalam bahasa diplomatik – setelah Pilres AS, 8 November dan sebelum ia mengakhiri jabatan presiden pada Januari 2017.

"Tentunya Israel dan Palestina akan lebih baik jika Palestina menolak hasutan dan mengakui legitimasi Israel ... (dan jika) Israel mengakui ia tidak dapat secara permanen menduduki dan mendiami tanah Palestina," kata Obama.

Soal Rusia dan China

Berpidato pada sidang tahunan Majelis Umum PBB untuk terakhir kalinya sebagai presiden, Obama juga mengatakan Rusia sedang berusaha untuk memulihkan "kejayaan yang hilang" (lost glory) melalui kekuatan senjata.

Obama memperingatkan Rusia, jika negara itu “terus mencampuri urusan tetangga-tetangganya...kebesaran (negara itu) akan hilang dan perbatasan-perbatasan miliknya menjadi kurang aman”.

Rusia menganeksasi Semenanjung Crimea dari Ukraina pada 2014.

Aneksasi dilakuka setelah unjuk rasa selama berbulan bulan di Kiev, yang  membuat Presiden Ukraina pro-Rusia, Viktor Yanukovich, terdepak dari jabatannya dan mengasingkan diri ke Moskwa.

Di pihak lain, Obama juga menyinggung sengketa maritim di Laut China Selatan.

Obama mengatakan, "Penyelesaian damai atas sengketa seperti yang dianjurkan hukum akan memberikan stabilitas lebih luas dibandingkan dengan militerisasi di beberapa batuan dan karang."

China menyatakan hampir seluruh Laut China Selatan sebagai wilayah miliknya. Terjadi tumpang tindih klaim dengan  Filipina, Vietnam, Taiwan, Malaysia, dan Brunei.

Terhadap keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda, Juli lalu, Beijing pun tidak mau mengakuinya.

Kasus sengketa Laut China Selatan dibawa ke mahkamah arbitrase oleh Filipina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com