Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Filipina Takut Mengkritik Cara Duterte Berantas Narkoba

Kompas.com - 05/09/2016, 14:46 WIB

"Hanya presiden yang bisa menghentikan ini," kata de Lima kepada Reuters, pekan lalu.

Sementara itu, kritik dari PBB dan Amerika Serikat juga ditanggapi dengan umpatan kotor.

Duterte menolak bertemu dengan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon dalam pertemuan puncak negara-negara Asia Tenggara pekan ini.

Kepada Presiden AS Barack Obama, dia mengaku akan menampik nasihat dari seseorang yang membiarkan "orang kulit hitam ditembak bahkan saat sudah menyerah."

Takut

Duterte kemungkinan akan semakin memperkeras kebijakannya setelah munculnya serangan bom oleh Abu Sayyaf di kota kelahiran, Davao, yang menewaskan 14 orang.

Duterte kemudian menyatakan keadaan darurat nasional dan mengizinkan tentara untuk membantu kepolisian berpatroli dan berjaga di sejumlah titik.

Sejumlah aktivis mengaku telah mendokumentasikan ratusan pembunuhan mencurigakan oleh sekelompok penjagal di Davao saat Duterte menjadi wali kota.

Duterte membantah telah menginstruksikan pembunuhan tersebut namun tidak mengecamnya. Selain itu, para penjagal juga bergerak dengan pembiaran.

Cara tersebut kini diterapkan di tingkat nasional dengan sangat cepat.

Di banyak daerah, daftar pengedar narkotika diserahkan kepada polisi oleh masyarakat setempat sehingga memunculkan ketakutan dan ketidak-percayaan di antara sesama masyarakat.

Kepala IAS, Leo Angelo Leuterio, mengatakan bertanggung jawab untuk menyelidiki semua penembakan yang melibatkan kepolsiain.

Namun, dengan personil yang hanya 170 orang, IAS hanya bisa menangani 30 persen dari sekitar 30 kasus yang muncul setiap hari.

Kepala IAS seharusnya berasal dari kalangan sipil untuk memastikan independensi.

Leuterio sendiri adalah polisi yang menghabiskan 13 tahun karirnya di tempat kelahiran Duterte, Davao.

Sementara itu, komisi HAM, CHR, hanya menangani 259 dari lebih dari 2.000 kasus pembunuhan sejak 1 Juli.

CHR mengaku tantangan utama mereka adalah kesulitan mencari saksi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com