CANBERRA, KOMPAS.com – Dyah Candra Arbiningrum berkeliling kelas, berpindah dari kelompok siswa yang satu ke kelompok lain yang sedang asyik bermain congklak.
Di setiap kelompok, guru dari SD Negeri 1 Sidorejo, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, itu berhenti dan mengobrol dengan anak-anak Australia yang bersekolah di Turner School.
Saat itu, saat sedang jam pelajaran Bahasa Indonesia, para siswa kelas III belajar melalui congklak, alat peraga permainan tradisional yang dibawa oleh Dyah.
Dyah membantu para siswa bermain congklak dan memberi tahu aturan-aturan sederhana yang mereka belum ketahui. Sesekali dengan Bahasa Inggris, sesekali dengan Bahasa Indonesia.
Turner School menjadi salah satu peserta dari program tersebut yang menerima para guru dari Indonesia. Dyah diundang ke sekolah ini dan bertindak sebagai guru pendamping dari guru Bahasa Indonesia utama yang ada di Turner School.
Ke Australia, Dyah membawa sejumlah benda yang bisa memberikan gambaran tentang Indonesia dan cara siswa Indonesia belajar di kelas, mulai dari seragam SD serta rekaman kegiatan anak-anak SD di Pangkalan Bun sehari-hari di sekolah, juga sejumlah alat permainan tradisional Indonesia, seperti congklak.
Harapannya, para siswa di Australia bisa mengenal budaya dan gaya hidup anak-anak Indonesia di sekolah. Pada saat yang sama diharapkan, Dyah dan guru dari Indonesia bisa belajar metode pembelajaran di Australia, terutama Bahasa Indonesia.
“Saya sangat suka sekali kreativitas para guru di sini karena kita di Indonesia kan mengajarnya itu berdasarkan bab setiap hari. Guru di sini begitu kreatif dan inovatif. Mereka yang merancang skenario pembelajaran dan mengaplikasikannya," kata Dyah.
"Yang berbeda, misalnya, anak-anak tidak harus bawa buku pelajaran setiap hari. Tidak seperti di Indonesia, mereka bawa buku cetak dan buku tulis. Di sini, anak-anaknya cukup bawa bekal, buku sudah tersedia di sekolah,” tambahnya.
*****
Kepala Turner School, Jo Padgham, mengatakan, agar para muridnya mendapatkan pengalaman langsung,sekolah pun mendaftarkan diri ikut program Bridge.
"Para siswa kami akhirnya bisa mengetahui bagaimana bersekolah di Indonesia, bagaimana teman-teman di Indonesia belajar, bagaimana seragam yang dipakai di sana. Anak-anak pun bisa memiliki pemahaman yang utuh," ungkap Padgham.
Dia mengatakan, para siswanya sangat senang ketika bertemu langsung dengan guru-guru dari Indonesia. Apalagi melalui program ini pula, para siswanya bisa berkomunikasi dan saling sapa dengan siswa di Pangkalan Bun melalui Skype, baik dengan Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.