Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riangnya Anak SD di Australia Belajar Bahasa Indonesia lewat Congklak

Kompas.com - 30/08/2016, 21:12 WIB
Caroline Damanik

Penulis

CANBERRA, KOMPAS.com – Dyah Candra Arbiningrum berkeliling kelas, berpindah dari kelompok siswa yang satu ke kelompok lain yang sedang asyik bermain congklak.

Di setiap kelompok, guru dari SD Negeri 1 Sidorejo, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, itu berhenti dan mengobrol dengan anak-anak Australia yang bersekolah di Turner School.

Saat itu, saat sedang jam pelajaran Bahasa Indonesia, para siswa  kelas III belajar melalui congklak, alat peraga permainan tradisional yang dibawa oleh Dyah.

Dyah membantu para siswa bermain congklak dan memberi tahu aturan-aturan sederhana yang mereka belum ketahui. Sesekali dengan Bahasa Inggris, sesekali dengan Bahasa Indonesia.

KOMPAS.com/Caroline Damanik Anak-anak usia sekolah dasar di Turner School mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia melalui permainan tradisional congklak. Dyah Candra Arbiningrum dan rekannya, guru dari Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, ikut mengajar sebagai guru pendamping saat mengikuti program Bridge.
Dia dan rekannya, Dewi, dari Indonesia datang ke Canberra, Australia, melalui program Bridge yang memfasilitasi guru-guru dari Indonesia untuk merasakan pengalaman mengajar di Australia dan membantu anak-anak Australia untuk belajar budaya dan Bahasa Indonesia selama tiga minggu.

Turner School menjadi salah satu peserta dari program tersebut yang menerima para guru dari Indonesia. Dyah diundang ke sekolah ini dan bertindak sebagai guru pendamping dari guru Bahasa Indonesia utama yang ada di Turner School.

Ke Australia, Dyah membawa sejumlah benda yang bisa memberikan gambaran tentang Indonesia dan cara siswa Indonesia belajar di kelas, mulai dari seragam SD serta rekaman kegiatan anak-anak SD di Pangkalan Bun sehari-hari di sekolah, juga sejumlah alat permainan tradisional Indonesia, seperti congklak.

Harapannya, para siswa di Australia bisa mengenal budaya dan gaya hidup anak-anak Indonesia di sekolah. Pada saat yang sama diharapkan, Dyah dan guru dari Indonesia bisa belajar metode pembelajaran di Australia, terutama Bahasa Indonesia.

“Saya sangat suka sekali kreativitas para guru di sini karena kita di Indonesia kan mengajarnya itu berdasarkan bab setiap hari. Guru di sini begitu kreatif dan inovatif. Mereka yang merancang skenario pembelajaran dan mengaplikasikannya," kata Dyah.

"Yang berbeda, misalnya, anak-anak tidak harus bawa buku pelajaran setiap hari. Tidak seperti di Indonesia, mereka bawa buku cetak dan buku tulis. Di sini, anak-anaknya cukup bawa bekal, buku sudah tersedia di sekolah,” tambahnya.

*****

KOMPAS.com/Caroline Damanik Jo Padgham, Kepala Sekolah Turner School. Anak-anak usia sekolah dasar di Turner School mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia.
Anak-anak di Australia sudah mulai dikenalkan pada budaya dan Bahasa Indonesia sejak dini, termasuk di Canberra. Turner School adalah salah satu sekolah yang sudah memperkenalkan budaya Indonesia kepada anak-anak Australia di ibu kota Negeri Kangguru itu. Di sini, Bahasa Indonesia diajarkan bahkan sejak taman kanak-kanak.

Kepala Turner School, Jo Padgham, mengatakan, agar para muridnya mendapatkan pengalaman langsung,sekolah pun mendaftarkan diri ikut program Bridge.

"Para siswa kami akhirnya  bisa mengetahui bagaimana bersekolah di Indonesia, bagaimana teman-teman di Indonesia belajar, bagaimana seragam yang dipakai di sana. Anak-anak pun bisa memiliki pemahaman yang utuh," ungkap Padgham.

Dia mengatakan, para siswanya sangat senang ketika bertemu langsung dengan guru-guru dari Indonesia. Apalagi melalui program ini pula, para siswanya bisa berkomunikasi dan saling sapa dengan siswa di Pangkalan Bun melalui Skype, baik dengan Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia.

Selain itu, kelas dikemas “sangat Indonesia”.

Foto Presiden Republik Indonesia Joko Widodo terpajang disandarkan di jendela kaca ruangan kelas. Di sampingnya, ada whiteboard yang ditempeli lingkaran warna-warni. Di atasnya ada tulisan “WARNA” dari spidol hitam. Di dalam setiap lingkaran tertulis nama warna sesuai dengan warna masing-masing lingkaran.

KOMPAS.com/Caroline Damanik Nea, salah satu siswa SD di Turner School. Anak-anak usia sekolah dasar di Turner School mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia melalui permainan tradisional congklak.
Sisi dinding di seberangnya dipenuhi berbagai atribut khas Indonesia, mulai dari seragam batik anak SD di Indonesia selendang, buku hingga patung-patung kecil yang dibawa oleh Dyah dan rekannya. Di sisi lainnya, karya tangan para siswa yang mendeskripsikan warna dalam Bahasa Indonesia dipajang.

"Pelajaran Bahasa Indonesia telah diajarkan di sini selama lebih dari 20 tahun. Kami selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas pengajaran bahasa dan budaya Indonesia di sekolah ini," tambah Padgham.

Di sekolah yang kini memiliki 573 siswa itu, Padgham mengatakan, pelajaran Bahasa Indonesia menjadi pelajaran pilihan utama di sekolah dan diajarkan sekali seminggu. Sekolah, lanjutnya, memang mendorong para siswa untuk bisa berbicara dalam berbagai bahasa, selain bahasa ibunya.

Melalui cara yang kreatif, seperti permainan congklak yang dibawa oleh Dyah, Jennifer Maitland, salah satu guru Bahasa Indonesia di Turner School, mengatakan, para siswa akan lebih mudah belajar bahasa.

"Mereka sangat menikmatinya. Setiap minggu, kami bisa melihat perkembangan kemampuan Bahasa Indonesia mereka. Mereka tidak hanya memelajari kata-kata baru, setiap minggu mereka juga belajar budaya Indonesia," ujarnya.

Dalam pelajaran Bahasa Indonesia hari itu, sejumlah siswa diketahui sudah mampu bercakap-cakap dalam Bahasa Indonesia, tetapi sebagian lagi masih kesulitan. Namun, mereka sangat senang belajar Bahasa Indonesia. Contohnya, Nea dan Phillip.

"Saya sangat menikmati belajar melalui berbagai aktivitas dan permainan yang kami lakukan dan karena bahasa lain yang kami pelajari. Ini sangat menyenangkan," ucap Nea.

"Sangat menyenangkan, ini hal yang sangat baik karena kami bisa melakukan berbagai aktivitas ini, seperti mempelajari bentuk dan warna serta mencocokkan gambar," tambah siswa laki-laki bernama Philip yang mengaku ayahnya suka sekali bercerita tentang Indonesia.

 

KOMPAS.com/Caroline Damanik Anak-anak usia sekolah dasar di Turner School mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia melalui permainan tradisional congklak. Dyah Candra Arbiningrum dan rekannya, guru dari Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, ikut mengajar sebagai guru pendamping saat mengikuti program Bridge.

 

(Tulisan ini merupakan bagian dari program "Jelajah Australia 2016". Kompas.com telah meliput ke berbagai pelosok Australia pada rentang 14 Mei - 15 Juni 2016 atas undangan ABC Australia Plus. Di luar tulisan ini, masih ada artikel menarik lainnya yang telah disiapkan terbit pada Juli hingga akhir Agustus 2016. Anda bisa mengikuti artikel lainnya di Topik Pilihan "Jelajah Australia 2016".)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com