Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pilu Shandra Woworuntu, WNI Korban Perbudakan Seks di Amerika

Kompas.com - 03/04/2016, 10:42 WIB

Dalam hitungan detik, seluruh tim polisi sudah berada di anak tangga dan masuk ke dalam rumah itu. Tidak ada satu pun tembakan yang dilepaskan.

Satu jam telah berlalu. Mereka mengatakan, saya bisa keluar dari mobil dan mendekati rumah bordil. Mereka sudah menutupi salah satu jendela dengan kertas lalu melubanginya supaya saya bisa melihat ke dalam.

Momen terhebat dalam hidup

Dengan cara seperti ini, saya bisa mengenali Johnny dan para perempuan yang bekerja di rumah bordil itu tanpa bisa terlihat. Ada tiga perempuan di sana. Nina berada di antara mereka.

Ketika saya melihat perempuan-perempuan itu keluar dari bangunan itu, telanjang dan hanya berbalut handuk, itu adalah momen terhebat dalam hidup saya.

Melahirkan adalah sebuah keajaiban, ya, tetapi tidak ada yang bisa membandingkan emosi yang saya alami ketika melihat teman-teman mendapatkan lagi kebebasan mereka.

Dalam kilatan lampu biru dan merah dari mobil-mobil polisi, kami menari, berteriak, menjerit kegirangan!

Johnny didakwa dan akhirnya ditahan, seperti dua pria lainnya yang ditangkap pada hari-hari berikutnya. Kendati begitu, saya masih membutuhkan dukungan, dan kesempatan untuk menyembuhkan diri.

FBI menghubungkan saya dengan Safe Horizon, sebuah organisasi di New York yang membantu korban-korban kejahatan dan pelecehan, termasuk korban perdagangan manusia.

Mereka membantu saya untuk tinggal di AS secara legal, memberi saya tempat tinggal, dan menghubungkan saya dengan lembaga-lembaga yang bisa mengusahakan pekerjaan.

Saya bisa kembali ke keluarga saya di Indonesia. Namun, FBI memerlukan kesaksian saya untuk menghadapi para sindikat perdagangan manusia, dan saya benar-benar menginginkan mereka dipenjara. Ternyata, prosesnya memakan waktu selama bertahun-tahun.

Di Indonesia, para sindikat datang mencari saya di rumah ibu saya. Ibu dan putri saya harus bersembunyi. Orang-orang itu sudah lama mencari saya.

Bahaya besar mengancam putri saya. Namun, akhirnya, Pemerintah AS dan Safe Horizon mempertemukan kami kembali pada tahun 2004, setelah mengizinkan putri saya untuk terbang ke Amerika.

Boleh menetap di AS

Sebagai imbalan karena telah membantu pemerintah, pada tahun 2010, saya diberi izin untuk menetap di AS. Pada saat itu, mereka bilang saya bisa memilih nama baru untuk keselamatan saya sendiri.

Saya memutuskan untuk tetap memakai nama lama Shandra Woworuntu. Ini nama saya. Para sindikat itu telah mengambil semua yang saya miliki, lalu mengapa saya harus menyerah dengan mengganti nama?

Beberapa tahun setelah pelarian, saya mulai merasakan rasa sakit dan mati rasa pada persendian. Saya mengalami masalah di kulit dan sakit migren parah.

Setelah melalui banyak tes, para dokter menyarankan saya untuk menemui psikiater atas hal yang sudah saya alami.

Meski sudah 15 tahun berlalu, saya masih kesulitan tidur malam. Hubungan dengan pria pun masih jauh dari normal. Saya masih mengunjungi terapis setiap minggu, dan psikiater setiap dua minggu sekali, untuk memperoleh obat-obat anti-depresan.

Saya masih teringat masa lalu, sepanjang waktu. Bau wiski membuat saya muntah. Jika saya mendengar nada dering tertentu, bunyi telepon genggam mucikari saya, tubuh saya menegang disertai rasa takut.

Wajah-wajah di keramaian begitu menakutkan. Bayangan-bayangan itu muncul sesaat. Saya hancur berkeping-keping.

Jika Anda menghabiskan waktu dengan saya, Anda akan melihat saya sering memainkan cincin di jari saya untuk menenangkan diri. Saya memakai karet gelang di lengan saya, saya terus-menerus menjepretkan benda itu, dan syal yang saya pakai juga akan diputar-putar.

Sepertinya, kebahagiaan menjauh dari saya, dan mungkin akan selalu begitu. Saya sudah bisa berdamai dengan masa lalu saya.

Saya suka menyanyi dalam paduan suara, dan membesarkan anak-anak adalah sesuatu yang sangat menyembuhkan. Gadis kecil saya sudah tumbuh menjadi seorang remaja, dan saya juga memiliki putra berusia sembilan tahun.

Membantu korban lain

Saya sudah memutuskan untuk melakukan semua yang saya bisa untuk membantu para korban perbudakan lainnya. Saya memulainya dengan sebuah organisasi, Mentari, yang membantu korban-korban berbaur ke dalam masyarakat, dan menghubungkan mereka ke pasar kerja.

Pada saat yang sama, kami mencoba untuk meningkatkan kesadaran tentang risiko datang ke AS kepada orang-orang yang masih melihat negara ini sebagai tanah impian. Setiap tahun, sebanyak 17.000 sampai 19.000 orang dibawa ke AS untuk diperdagangkan.

Tahun lalu, kami membantu menerbitkan sebuah buku komik pendidikan tentang masalah ini di Indonesia.

Kami juga menyumbangkan peternakan ayam dan bibitnya sehingga kalangan orang-orang tidak mampu bisa beternak ayam untuk dijual dan dimakan, jadi mereka tidak merasa harus menjual anak-anak mereka kepada sindikat penjualan manusia.

Tidak semua korban perdagangan itu berasal dari kalangan orang-orang miskin. Beberapa di antaranya, seperti saya, memiliki gelar sarjana.

Saya membantu seorang dokter dan guru dari Filipina. Tidak hanya kaum perempuan, saya juga telah membantu kaum lelaki yang diperdagangkan, dan bahkan ada satu orang yang berusia 65 tahun.

Saya menuturkan pengalaman saya di gereja-gereja, sekolah-sekolah, universitas, dan lembaga-lembaga pemerintah.

Saat kali pertama usai menceritakan kisah saya, konsulat Indonesia mendekati saya, bukan untuk meminta maaf, melainkan untuk meminta saya menarik kembali pernyataan saya tentang penolakan mereka untuk membantu saya.

Maaf, itu sudah terlambat. Itu sudah beredar di luar sana. Saya tidak bisa berpura-pura atas apa yang telah terjadi.

Pemerintah Indonesia tak peduli

Bahkan setelah media memberitakan kasus saya, Pemerintah Indonesia tidak merasa perlu menghubungi saya, mengecek keadaan saya, apakah baik-baik saja atau membutuhkan bantuan.

Selain bekerja dengan kelompok-kelompok masyarakat, saya juga membahas masalah ini dengan Pemerintah Meksiko, dan tahun lalu saya bersaksi di depan Senat AS.

Saya meminta kepada para senator agar menetapkan undang-undang (UU) untuk memastikan bahwa para pekerja yang direkrut dari luar negeri mengetahui hak-hak mereka, tidak dikenakan biaya, diberi tahu soal gaji, dan kondisi hidup yang bisa mereka harapkan di AS.

Saya senang bisa mengatakan bahwa sejak itu peraturan diubah, dan agen-agen perekrutan di luar negeri harus mendaftar ke departemen tenaga kerja sebelum mereka beroperasi.

Saya juga melobi Senat, atas nama National Survivor Network, untuk menempatkan para korban perdagangan manusia dalam peran yang bisa memberikan dampak langsung pada kebijakan.

Bertemu di Gedung Putih

UU The Survivors of Human Trafficking Empowerment telah melaksanakannya. Saya merasa terhormat untuk mengatakan, pada Desember 2015, saya diminta bergabung dengan sebuah dewan baru. Kami bertemu untuk kali pertama pada Januari, di Gedung Putih.

Kita sangat perlu mendidik rakyat Amerika tentang subyek ini. Menengok kembali pengalaman saya sendiri, saya pikir semua orang yang bekerja di kasino dan hotel pasti tahu apa yang sedang terjadi.

Rumah bordil yang ada di Brooklyn merupakan wilayah permukiman, apakah para tetangga di sekelilingnya tidak pernah berhenti untuk bertanya mengapa seolah tak ada habisnya orang datang ke rumah tersebut, siang dan malam?

Masalahnya adalah, orang-orang melihat perempuan-perempuan yang diperdagangkan ini sebagai pelacur, dan bukan sebagai korban, melainkan sebagai penjahat. Di kota-kota besar, orang-orang menutup mata atas segala macam tindak kejahatan seperti ini.

Kita mungkin bisa memulai dengan memenjarakan para pria yang telah membayar untuk berhubungan seks. Setelah rumah bordil di Brooklyn digerebek dan banyak para pembeli seks ditanyai, kemudian semuanya malah dibebaskan.

Kini, pria yang tertangkap basah dikirim untuk menjalani pembinaan satu hari yang disebut John School. Ini bukanlah hukuman, melainkan mengajarkan mereka cara untuk mengidentifikasi anak-anak di rumah bordil, dan hal-hal mengenai perempuan yang dipaksa untuk menjadi pekerja seks.

Bagus, tetapi belum cukup. Saya pikir, nama orang-orang yang membayar untuk berhubungan seks dengan para wanita atau pria yang diperdagangkan harus dipublikasikan, seperti orang-orang yang melakukan pelecehan terhadap anak-anak dan predator seksual.

Saya masih berteman dekat dengan Nina, yang baru-baru ini menginjak usia 30 tahun. Selama bertahun-tahun, saya memiliki nomor telepon Eddy, orang yang melapor kepada FBI atas nama saya, ketika saya putus asa.

Pada tahun 2014, sekitar hari Natal, saya memutar nomor telepon. Saya akan bercerita tentang semua yang telah terjadi pada saya, tetapi ia memotong omongan saya dan mengatakan, "Saya tahu semua. Saya mengikuti berita-beritanya. Saya sangat senang, Anda telah berhasil."

Lalu ia berkata, "Tidak usah mengucapkan terima kasih kepada saya. Anda sendiri yang telah melakukan semua itu."

Saya tetap ingin mengucapkan terima kasih, Eddy, karena sudah mendengarkan kisah saya hari itu di taman, dan membantu saya memulai lagi hidup saya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com