KOMPAS.com - Sejak berusia 9 tahun, remaja Kang Chol-hwan hidup selama 10 tahun di dalam kamp konsentrasi Yodok di Korea Utara.
Kamp Konsentrasi Yodok dikenal dengan beragam tuduhan kekerasan, mulai dari penyiksaan, aborsi paksa, kelaparan, eksekusi sewenang-wenang, dan beragam kekejaman lain yang tak terkatakan.
Diperkirakan ada 80.000-120.000 tahanan politik terkunci di kamp konsentrasi di negara itu.
Beruntung, nasib baik masih menghinggapi Hwan. Di tahun 1992, remaja yang kala itu masih berumur 19 tahun tersebut, berhasil kabur dari Kamp Konsentrasi Yodok. Dia pun berhasil melarikan diri hingga ke Korea Selatan.
"Kami bangun pukul 5 pagi dan dipaksa bekerja sampai matahari terbenam. Kami diberi pelajaran tentang Kim il -sung (pemimpin tertinggi pertama Korea Utara) dan Juche (doktrin politik Korea Utara," kata Hwan, seperti dikutip laman Independent.
Hwan pun mengaku para tahanan di kamp itu kerap dipaksa menonton eksekusi mati.
"Kami dilecehkan secara fisik, dipukul, dan disiksa. Saya menganggapnya ini macam bentuk lain kamp Auschwitz di masa Nazi," ungkap dia.
"Mungkin bedanya dengan Auschwitz, mereka hanya menggunakan metode yang berbeda dalam membunuh orang," kata dia.
Terkejut
Setelah melarikan diri dari Korea Utara, Hwan mengaku terkejut dengan perbedaan sosial antara Utara dan Selatan.
"Di Korea Utara, perempuan sering diperlakukan kasar, tetapi di Korea Selatan, saya bisa melihat wanita merokok. Itu tak terbayang bisa terjadi di utara," ungkap Hwan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.