Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/04/2015, 08:15 WIB

Di bawah kepemimpinan Abu Bakr al-Baghdadi, yang menyatakan diri sebagai khalifah ISIS, para mantan perwira itu menjadi lebih dari sekadar relevan. Mereka berperan dalam kelahiran kembali kelompok itu dari kekalahan yang dialami para pemberontak dari militer AS.

Berciri sama

Sekilas, dogma sekuler Partai Baath Saddam Hussein yang bersifat tirani tampaknya bertentangan dengan interpretasi keras ISIS terhadap hukum Islam yang hendak ditegakkan kelompok itu.

Namun, dua kredo tersebut telah tumpang tindih secara luas dalam beberapa hal, terutama keyakinan mereka pada ketakutan demi mengamankan kepatuhan rakyat yang berada di bawah kekuasaan kelompok itu. Dua dekade lalu, rincian dan bentuk kekejaman dari penyiksaan yang dilakukan Saddam Hussein mendominasi wacana tentang Irak.

Washington Post melaporkan, seperti ISIS, Partai Baath Saddam Hussein juga menganggap dirinya sebagai gerakan transnasional, membentuk cabang-cabang di sejumlah negara di Timur Tengah, dan menjalankan kamp pelatihan bagi relawan asing dari seluruh dunia Arab.

Pada saat pasukan AS menginvansi Irak tahun 2003, Saddam sudah mulai condong ke pendekatan yang lebih religius dalam pemerintahannya. Ia membuat transisi dari ideologi Baath ke ideologi Islam yang agak mustahil bagi beberapa perwira Irak yang kehilangan haknya, kata Ahmed S Hashim, profesor yang sedang meneliti hubungan-hubungan itu di Nanyang Technological University di Singapura.

Dengan peluncuran Kampanye Iman sang diktator itu tahun 1994, ajaran Islam yang keras telah diperkenalkan. Kata-kata "Allahu Akbar" tertulis di bendera Irak. Hukuman amputasi ditetapkan dalam kasus pencurian. Sejumlah mantan perwira Baath mengingat teman-teman yang tiba-tiba berhenti minum, mulai berdoa dan menganut bentuk yang sangat konservatif dari ajaran Islam yang dikenal sebagai Salafisme pada tahun-tahun sebelum invasi AS.

Dalam dua tahun terakhir pemerintahan Saddam Hussein, aksi pemenggalan, terutama menyasar para perempuan terduga pekerja seks komersial dan dilaksanakan oleh satuan elite Fedayeen, menewaskan lebih dari 200 orang, lapor kelompok-kelompok hak asasi manusia ketika itu.

Kebrutalan yang dilakukan ISIS sekarang mengingatkan orang pada pertumpahan darah yang dulu dilakukan Fedayeen, kata Hassan. Sejumlah video propaganda dari era Saddam mencakup sejumlah adegan yang menyerupai yang sekarang disiarkan ISIS, memperlihatkan pelatihan ala Fedayeen, berbaris dalam topeng hitam, berlatih seni pemenggalan dan dalam satu contoh memakan anjing yang masih hidup.

Beberapa orang Baath menjadi rekrutan awal kelompok afiliasi Al Qaeda yang didirikan Abu Musab al-Zarqawi, pejuang Palestina-Jordania, yang dianggap sebagai perintis dari ISIS saat ini, kata Hisham al Hashemi, analis tentang Irak yang memberikan nasihat bagi Pemerintah Irak dan punya kerabat yang bertugas di militer Irak pada masa Saddam. Sejumlah orang Irak lainnya menjadi radikal di Camp Bucca, penjara Amerika di Irak selatan dengan ribuan warga biasa ditahan dan bercampur baur dengan para militan.

Zarqawi menjaga jarak dengan para mantan anggota Baath karena ia tidak memercayai pandangan sekuler mereka. Demikian kata Hasyim.

Menurut sejumlah analis dan mantan perwira, baru di bawah pengawasan pemimpin ISIS saat ini, yaitu Abu Bakr al-Baghdadi, perekrutan para mantan perwira Baath menjadi strategi yang disengaja. Baghdadi awalnya ditugaskan untuk membangun kembali organisasi pemberontak yang sangat lemah itu setelah 2010. Ia lalu memulai kampanye agresif untuk merayu para mantan perwira, menarik para laki-laki yang masih menganggur, atau telah bergabung dengan kelompok-kelompok ekstremis lainnya.

Beberapa dari orang-orang itu telah berperang melawan Al Qaeda setelah berubah haluan dan menyesuaikan diri dengan gerakan Kebangkitan yang didukung Amerika tahun 2007. Ketika tentara AS menarik diri dan Pemerintah Irak meninggalkan para pejuang Kebangkitan, ISIS merupakan satu-satunya pilihan yang masih ada bagi mereka yang merasa dikhianati dan ingin mengubah haluan lagi, kata Brian Fishman, yang meneliti kelompok di Irak untuk West Point’s Combating Terrorism Center dan kini bekerja untuk New America Foundation.

Washinton Post melaporkan, upaya Baghdadi itu tidak terlepas dari babak baru penyingkiran orang-orang Baath (de-Baathification) oleh Perdana Menteri Nouri al-Maliki yang diluncurkan setelah pasukan AS hengkang tahun 2011. Maliki memecat para perwira, bahkan yang telah direhabilitasi oleh militer AS.

Di antara mereka adalah Brigjen Hassan Dulaimi, mantan perwira intelijen di militer lama Irak yang direkrut kembali ke dalam tugas oleh tentara AS tahun 2006, sebagai komandan polisi di Ramadi, ibu kota Provinsi Anbar yang sudah lama bergolak. Beberapa bulan setelah kepergian tentara Amerika, dia diberhentikan. Dulaimi kehilangan gaji dan pensiunnya. Bersama dia ada 124 perwira lain yang telah bertugas bersama Amerika.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com