Salin Artikel

Keok Dua Kali di Istanbul, Pesona dan Pengaruh Erdogan Memudar?

Binali Yildirim, calon dari partai yang dipimpinnya, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) kalah dalam pemilu ulang wali kota di Istanbul.

Yildirim kalah dari kandidat oposisi Partai Rakyat Republik (CHP) Ekrem Imamoglu dalam pemilu ulang yang diselenggarakan Minggu (23/6/2019).

Surat kabar Karar menyebut hasil ini sebagai "Gempa Bumi Politik".

Titik Jenuh Era Erdogan

Kekalahan ini memberi sinyal bahwa sosok Erdogan yang telah berkuasa selama 16 tahun, 11 tahun sebagai perdana menteri dan lima tahun sebagai presiden, tidak lagi tak terkalahkan.

Nama Imamoglu langsung disebut sebagai rising star serta digadang-gadang sebagai calon kuat oposisi untuk menantang Erdogan dalam pemilihan presiden (pilpres) 2023 nanti.

Kejenuhan terhadap era Erdogan sebenarnya sudah mulai terasa di Turki dalam beberapa tahun terakhir. Tepatnya ketika dia kembali terpilih dalam pilpres tahun lalu.

Meski kembali menang, AKP kehilangan status sebagai partai mayoritas dan harus berkoalisi dengan Partai Gerakan Nasionalis (MHP) untuk mengamankan pemerintahan.

Kemenangan Erdogan pun tidak jauh berbeda dengan Pilpres 2014, di mana dia meraih 51-52 persen yang berarti terdapat stagnansi dalam dukungan atas dirinya.

Kekalahan di Istanbul, basis politik AKP dalam 25 tahun terakhir, adalah indikasi rakyat Turki menginginkan perubahan, terutama di tengah kemelut ekonomi yang mendera.

Tingginya pengangguran dan inflasi yang menyentuh dua digit memicu amarah pemilih, terutama pemilih muda yang gerah dengan rezim Erdogan pasca-gagalnya kudeta militer 2016.

Erdogan yang mengantrol ketat aparat pemerintah dan media dinilai melewati garis tatkala menyerukan agar pemilu di Istanbul diulang.

Saat itu, Erdogan menuduh adanya sejumlah organisasi kriminal yang terlibat dan campur tangan dunia Barat seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Seruan itu malah menjadi blunder politik fatal presiden 65 tahun itu. Pasalnya, Erdogan tidak mampu menjabarkan adanya kecurangan dalam penghitungan suara yang dimaksud.

Pernyataan Erdogan itu membuat Imamoglu, yang di pemilu Maret hanya menang tipis, melejit dengan perolehan 54 banding 45 persen atas Yildirim.

Kekalahan itu semakin perih lantaran Imamoglu berhasil mendapat kemenangan di distrik yang notabene merupakan basis pemilih AKP. Termasuk Uskudar tempat Erdogan tinggal.

"Banyak pemilih muda yang ngotot ingin meninggalkan Turki. Tapi dengan kemenangan ini, kami kembali punya harapan," kata Ayca Yilmaz, seorang pelajar 22 tahun kepada BBC.

Awal dari Berakhirnya Era Erdogan?

Apapun hasil dari pemilu Istanbul, Erdogan masih tetap berkuasa sebagai presiden hingga 2023, demikian juga dengan koalisi partai pimpinannya.

Namun seiring kekalahan di Istanbul, menyembul pertanyaan apakah bakal menjadi awal dari berakhirnya pengaruh Erdogan.

Tantangan paling dekat yang tengah dihadapi suami Emine Gulbaran ini adalah isu kencang bahwa AKP bakal pecah.

Dua orang yang pernah menjadi sekutu Erdogan, mantan Presiden Abdullah Gul dan eks Perdana Menteri Ahmed Davutoglu, disebut bakal mendirikan partai baru dengan membawa sebagian pendukung Erdogan.

Baik Gul maupun Davutoglu berubah dari sekutu terdekat menjadi pengkritik utama Erdogan. Terlebih status keduanya yang mempunyai pengaruh besar di AKP.

Keduanya kerap menyindir pemerintahan Erdogan yang dianggap semakin otoriter, dan mengecam keputusan menggelar pemilu ulang di Istanbul.

Jika terjadi perpecahan, maka berpotensi melemahkan dukungan dan kekuatan politik Erdogan. Bahkan bisa memicu pemilu dini karena dia kehilangan status mayoritas di parlemen.

Pudarnya pesona politik Erdogan diiringi dengan munculnya tuduhan kronisme dan nepotisme terhadap orang-orang di sekelilingnya.

Ketika menjabat sebagai wali kota selama 18 hari, Imamoglu menemukan fakta bahwa Istanbul didera defisit keuangan parah.

Sebab, terdapat tender proyek pemerintah yang berkaitan dengan keluarga Erdogan. Selain itu, dia juga menemukan kota mengalokasikan anggaran besar untuk rumah dan mobil dinas pejabatnya.

Harian Turki juga memberitakan pemerintah kota Istanbul membayar hingga jutaan dollar AS kepada yayasan yang dikelola keluarga Erdogan.

Erdogan yang berhadap bisa memerintah hingga 2023, bertepatan dengan 100 tahun berdirinya Republik Turki, bakal diuji ketangguhan politiknya.

https://internasional.kompas.com/read/2019/06/24/21031871/keok-dua-kali-di-istanbul-pesona-dan-pengaruh-erdogan-memudar

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke