Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seorang Ibu Mengaku 3 Anaknya Dicuci Otak sebelum Jadi Militan di Suriah

Kompas.com - 01/04/2015, 11:36 WIB
KOMPAS.com - Ibu tiga remaja Inggris yang lari ke Suriah untuk mengobarkan jihad mengatakan bahwa anak-anaknya itu 'telah dicuci otak' oleh sejumlah video di YouTube dan teman-teman ekstremis mereka.

Inas Abulsayen ditinggalkan dalan kondisi sedih ketika putra-putranya itu meninggalkan rumah mereka di Sussex, Inggris, dan pergi bertempur di pihak organisasi cabang Al Qaeda untuk melawan rezim Presiden Bashar Al Assad.

Dua putranya, yaitu Abdullah dan Jaffar Deghayes, tewas di negara yang dilanda perang itu. Ia pun telah menyampaikan permohonan terbuka putranya yang lebih tua, yaitu Amer, pulang ke rumah.

Amer, 20 tahun, meninggalkan rumah keluarga itu di Saltdean, dekat Brighton, pada Oktober tahun 2013 dan bergabung dengan Front Al Nusra. Dua bulan kemudian, kedua adiknya bergabung dengannya di Suriah.

Pada April tahun lalu, Abdullah (18 tahun) tewas dalam pertempuran yang juga menyebabkan Amer terluka. Pada Oktober, Jaffar tewas saat berperang melawan pasukan Assad.

Walau saudara-saudaranya tewas, Amer bertekad untuk tetap berada di Timur Tengah dan telah mengabaikan desakan keluarganya untuk kembali ke Inggris.

Nyonya Abulsayen mengatakan, putra-putranya dipengaruhi sejumlah radikal yang mereka nonton secara online. Ia berkeras bahwa dirinya dan suami, Abubaker, menentang ekstremisme.

"Anak-anak saya pergi untuk melayani, berkorban, dan sekarang dua dari mereka tewas," katanya. "Mereka korban. Mereka merasa Inggris merupakan bagian dari kehidupan mereka, tetapi semua orang punya sebuah kehidupan rahasia. Kami punya agama, tetapi ada banyak cuci otak di YouTube, di masjid-masjid, melalui teman-teman. Anak-anak saya muslim, dan mereka percaya setiap orang harus bebas sebagai bagian dari kemanusiaan. Saya mengajari mereka tentang perjuangan, tetapi bukan tentang pertempuran, mungkin mereka pikir mereka adalah laki-laki dan mungkin mereka dicuci otak."

Ibu enam anak itu mengatakan, teman anaknya, yaitu Ibrahim Kamara (19), mempengaruhi mereka dengan pandangan radikalnya ketika ia tinggal bersama mereka setelah bertengkar dengan keluarganya sendiri.

Nyonya Abulsayen mengatakan, "Saya banyak berargumen dengan dia (Kamara) karena dia berbicara tentang Osama Bin Laden, jihad, dan saya tidak ingin anak-anak saya berada dalam posisi itu. Dia memiliki pandangan yang buruk tentang Islam. Saya mendengar Ibrahim (Kamara) berkata kepada Jaffar, "Kau tidak muda lagi sekarang, Jaffar. Kau cukup tua, kau dapat menjaga diri sendiri."

Kamara tewas dalam serangan udara AS di Aleppo tahun lalu setelah bepergian ke Suriah bersama Jaffar.

Nyonya Abulsayen menambahkan, anak-anaknya mengatakan kepadanya bahwa mereka ingin melaksanakan misi kemanusiaan tetapi malah beralih jadi militan setelah mereka tiba di Suriah.

"Amer yang pertama pergi pada Oktober 2013," katanya. "Ia berkata pada saya, 'Mummy, ada sebuah komunitas orang-orang Inggris yang ingin membantu para pengungsi. Ini kesempatan saya. Biarkan saya melakukan perjalanan itu. Ini tidak berbahaya.' Dia bilang kepada saya, 'Mummy, saya merasa bersalah. Saya punya makanan, saya punya semuanya di sini, jangan marah terhadap saya. Ini kesempatan terbaik bagi saya. Orang-orang kelaparan dan anak-anak menangis.'"

"Dia sangat tenang, seperti semua putra-putra saya, dan dia berjanji pada saya bahwa dia akan kembali. Dia mengatakan, itu hanya perjalanan untuk membantu para pengungsi. 'Kalau saya mati, kamu akan marah jika saya mati syahid', katanya kepada saya. Saya bilang tentu saja, kamu tahu pendapat saya tentang pergi ke Suriah. Saya tidak setuju dengan itu."

Abulsayen mengatakan, tiga bulan kemudian, dua putranya yang lain pergi tanpa memberitahu keluarga kemana mereka pergi. "Abdullah, yang pertama tewas, saya bahkan tidak bisa memberinya pelukan sebelum dia pergi," lanjutnya. Dia tidak mengucapkan selamat tinggal kepada saya. Abdullah pergi dan memeluk adiknya sebelum berkata, 'Saya akan menemui kawan saya.'"

"Dua minggu sebelum pergi, Jaffar mengatakan kepada saya bahwa dia tidak akan pernah meninggalkan saya, jadi saya tidak tahu siapa yang mencuci otaknya. Mungkin dia pikir dia bisa membawa pulang saudara-saudaranya, saya tidak tahu."

Paman anak-anak itu, Omar Deghayes, merupakan seorang tahanan di Teluk Guantanamo selama lima tahun setelah ditangkap di Pakistan. Namun sang paman akhirnya dibebaskan tanpa dakwaan.

Dalam sebuah film diambil tahun lalu, Amer berkeras bahwa dia tidak akan kembali ke rumah. Dia mengatakan, "Pekerjaan saya di sini belum beres. Saya datang ke sini untuk memberi kemenangan kepada rakyat dan memastikan bahwa mereka menerima keadilan, dan kami masih belum mencapai tujuan tersebut."

Dia menambahkan, "Bangsa muslim seperti satu tubuh. Jika salah satu bagian mengeluh, bagian yang lain bereaksi, jadi saya tidak melihatnya sebagai konflik Suriah. Saya melihatnya sebagai konflik Islam."

Jika Amer kembali ke Inggris, dia bisa menghadapi tuntutan hukum karena Front Al Nusra telah diklasifikasikan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah Inggris.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com