Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah 283 Orang Tewas di Ledakan Tambang di Soma

Kompas.com - 16/05/2014, 06:31 WIB

SOMA, KOMPAS.com - Korban tewas dari ledakan tambang di Turki pada Selasa (13/5/2014), terus bertambah. Per Kamis (15/5/2014), korban tewas sudah bertambah menjadi 283 orang. Adapun 140 orang penambang lain diyakini masih terjebak di dalam tambang itu. Bencana ini berpotensi menjadi yang terburuk dalam sejarah tambang negara ini.

"Cinta dalam hidupku hilang," ratap seorang perempuan di tengah pemakaman massal yang digelar pemerintah Turki, Kamis. Pada hari yang sama, sembilan jenazah kembali diangkat dari lokasi tambang yang meledak.

Protes dengan nuansa duka sekaligus kemarahan atas kondisi keselamatan yang buruk dan kondisi yang dianggap mewakili ketidakpedulian pemerintah itu meluas di seantero Turki. "Ini bukan kecelakaan (kerja) tapi pembunuhan," tulis spanduk yang dibentangkan anggota beragam serikat pekerja di jalanan Istambul, ibu kota Turki.

Musibah ini memicu permusuhan baru dengan pemerintah Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan. Surat kabar Turki menulis reputasi Erdogan menghitam menyusul ledakan tambang tersebut, dengan ilustrasi foto salah satu staf Erdogan menendang seorang pengunjuk rasa yang ditahan oleh polisi bersenjata, Kamis.

Di Soma, kota dengan batubara merupakan industri utama selama beberapa dekade terakhir, para pelayat mengatakan seumur hidup mereka diwarnai kekhawatiran musibah semacam ini akan terjadi pada suatu ketika. Sejak Rabu (14/5/2014) dini hari, petugas penyelamat belum juga menemukan satu pun penambang yang selamat dari ledakan itu.

"Istri-istri para penambang mencium suami mereka pada pagi hari. Ketika mereka seharusnya pulang, bahkan ketika hanya terlambat lima menit, semua orang akan mulai menelepon," ujar Gulizar Donmez (45), perempuan yang ayah dan suaminya turut menjadi korban tewas ledakan ini. "Anda tidak pernah tahu apa yang akan terjadi."

Menteri Energi Turki, Taner Yildiz, mengatakan pencarian korban terhambat api yang menyebar ke sistem konveyor di kedalaman 200 meter. Operasi penyelamatan telah ditunda beberapa kali karena terjadi kebakaran susulan yang menghasilkan asap beracun.

Kondisi dalam terowongan tambang itu dianggap terlalu berbahaya bagi para petugas penyelamat. "(Namun) tim darurat mendeteksi penurunan kadar karbon monoksida. Artinya, api mulai mengecil," imbuh Yildez.

Erdogan disambut dengan protes penuh amarah ketika berkunjung ke Soma pada Rabu (14/5/2014). Sebelumnya dia sempat mengatakan bahwa kecelakaan tambang adalah hal biasa yang terjadi sepanjang waktu.

Pemimpin Turki itu terpaksa berlindung di dalam sebuah supermarket setelah kerumunan massa yang marah meneriakinya sebagai pembunuh dan pencuri -dalam konteks dugaan korupsi- sebelum orang-orang itu kemudian terlibat bentrok dengan polisi.

Seorang staf Erdogan, Yusuf Yerkel, terekam kamera tengah menendang seorang pengunjuk rasa yang sudah berbaring di tanah setelah dilumpuhkan polisi khusus. Pada Kamis, Yerkel menyatakan menyesal atas tindakannya itu tetapi juga mengatakan dia lebih dulu diprovokasi.

"Saya minta maaf bahwa saya tidak bisa tetap tenang atas semua provokasi, penghinaan, dan serangan yang menjadikan saya sebagai sasaran," kata Yerkel.

Sebaliknya, Presiden Turki Abdullah Gul yang datang ke Soma pada Kamis, menyebut kecelakaan tambang ini sebagai "bencana besar. "Rasa duka ini dirasakan oleh kita semua," imbuh dia. Situasi selama kunjuntan Gul pun lebih terkendali dibanding saat kedatangan Erdogan, meskipun warga Soma berpendapat operasi penyelamatan berjalan terlalu lamban.

Pada 1992, ledakan tambang terjadi di daerah pelabuhan Laut Hitam di Zonguldak, menewaskan 263 orang. Dalam ledakan Selasa, otoritas Turki menyebutkan ada 787 orang ada di dalam tambang dan 383 di antaranya selamat meski banyak di antara mereka cedera.

Erdogan berjanji melakukan investigasi menyeluruh atas insiden tambang ini. Surat kabar lokal Hurriyet menyebutkan 15 jaksa telah ditetapkan untuk menangani penyelidikan kasus ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com