Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gurat-gurat Luka Mandela di Rumah Tua

Kompas.com - 06/12/2013, 17:55 WIB

SOWETO, KOMPAS.com - Luka, penindasan, teror, dan intimidasi menjadi bagian besar hidup Nelson Mandela kala masih berjuang melawan rezim apartheid. Dan, rumah kecil di pojok Jalan Vilakazi dan Ngakane bernomor 8115, Orlando West, Soweto, Afrika Selatan menjadi saksinya. Bahkan, rumah yang ditempati Mandela dan keluarga dari 1946 sampai 1990 itu seolah penuh dengan guratan luka dan nestapa Mandela.

Di sisi lain, rumah itu sumber inspirasi, ketenangan, keteduhan, kehangatan, dan pusat perjuangan buat Nelson Mandela yang meninggal dunia dalam usia 95 tahun, 5 Desember 2013. Wajar, rumah sederhana itu justru menjadi rumah favoritnya.

Pada 1990, Mandela meninggalkan rumah yang ia sayangi itu dan pindah ke rumah lebih mewah di Johannesburg, karena pertimbangan pemerintahan dan protokoler. Padahal, jika harus memilih, ia justru lebih suka tinggal di rumah kecil itu.

Wartawan Kompas.com Hery Prasetyo berkesempatan mengunjungi rumah itu pada Juli 2010. Ukurannya 5 kali 7 meter, berdiri di lahan seluas sekitar 150 meter persegi. Setelah ditahan selama 27 tahun, Mandela kembali ke rumah itu dan disambut ribuan orang. Namun, sebelas hari kemudian ia harus pindah ke Johannesburg. Lalu, pada 1 September 1997, Mandela mendonasikan rumah itu kepada Soweto Heritage Trust untuk dijadikan museum.

Terpatri di Hati Mandela

Di rumah itu pula Mandela merancang gerakan dan membangun masa depan Afrika Selatan (Afsel) yang lebih demokratis, adil, dan tumbuh dalam kesamaan. "Bagi saya, nomor 8115 merupakan titik awal dari dunia saya. Tempat ini tertandai X di geografi batin saya," kata Mandela dalam biografinya.

Kompas.com/Hery Prasetyo Kamar dan tempat tidur Mandela di rumahnya di Soweto
Rumah kecil itu memiliki dua kamar berukuran 3 kali 2 meter, ruang keluarga kecil dengan ukuran sama, dan dapur kecil. Ada satu jendela di ruang keluarga yang biasa dipakai Mandela melihat langit, sambil memikirkan nasib Afrika.

Di temboknya masih ada lubang peluru, juga bekas ledakan bom molotov. Rintihan Mandela dan Afrika sepertinya masih menggumpal di rumah itu. Di situ pula Mandela bersama keluarga tinggal sejak 1946 sampai 1990, ketika dia dibebaskan dari penjara. Di situ pula ia dan keluarga menerima tekanan, teror, ancaman, dan penderitaan.

Merancang Gerakan

Mandela yang meraih 126 penghargaan, termasuk Nobel Perdamaian, adalah pahlawan dan simbol bangsa Afsel. Hidupnya dicurahkan kepada rakyat Afsel. Dia merasa terpukul dan sakit ketika Partai Nasional yang berkuasa mengesahkan politik Apartheid pada 1948.

Politik yang membedakan perlakuan berdasarkan warna kulit itu membuat kulit putih sangat superior dan istimewa, sedangkan kulit hitam berada dalam posisi subordinasi dan tertindas, juga terpinggirkan dalam segala hal.

Di rumah Soweto ide-ide pergerakan Mandela muncul. Rancangan berbagai hal juga sering ia buat di rumah itu.

Bersama Oliver Tambo, Mandela mendirikan kantor pengacara. Mereka memberi advokasi hukum kepada kaum kulit hitam yang tak mampu. Sebagai pemimpin organisasi Umkhonto we Sizwe, sayap Afrikan National Congress, dia terus berjuang menentang apartheid yang rasialis.

Pilihan hidup itu yang akhirnya membuat Mandela ditahan pemerintah apartheid pada 1962. Dia dijatuhi hukuman seumur hidup atas tuduhan sabotase yang tak pernah dia lakukan. Namun, kemudian dia dibebaskan pada 11 Februari 1990, setelah 27 tahun mendekam di penjara.

Mandela langsung pulang ke rumahnya di Jalan Vilakazi 8115 dan disambut ribuan orang. "Akhirnya, saya bisa kembali ke rumah," katanya waktu itu.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com