Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Membaca China Setelah Setahun Pax Sinica

Kompas.com - 29/12/2018, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Menghadapi perlawanan dari luar dan perlambatan dari dalam, Xi harus hati-hati dalam memainkan kartunya. Meskipun seluruh dunia awalnya mengesampingkan Trump, saat ini jelas bahwa dia serius--paling tidak dengan China.

Sikap anti-China-nya memiliki dukungan bipartisan kuat—susah membayangkan Partai Demokrat, yang baru saja mengokohkan dirinya di kongres, melawan strategi ini.

Gabungan dari kegagalan BRI, kerapuhan ekonomi, dan sentimen negatif internasional membuat semakin sulit untuk memprediksi langkah China ke depan.  Jika Beijing sampai terdesak, mereka memiliki beberapa pilihan.

Pertama, mereka bisa memilih isolasi, meskipun secara historis kebijakan tersebut tidak pernah menguntungkan.

Kepemimpinan Qing yang terlalu fokus ke dalam dan berpandangan pendek, serta sempat melumpuhkan Tiongkok di mata para negara Barat, justru mulai melihat keluar dan mendorong perdagangan.

Bukan sebuah kebetulan bahwa proses ini bersamaan dengan penaklukan kolonial dari sebagian besar Asia.

Kedua, Beijing bisa memilih langkah yang lebih agresif, dengan menghiraukan kekhawatiran geopolitik dan ekonomi para tetangganya. Melihat ekspansi China ke Laut China Selatan, Beijing bisa saja memilih sebuah serangan pencegahan, seperti serangan Jepang ke Pearl Harbor – yang dipicu oleh embargo minyak dari AS.

Kemungkinan ketiga dan yang paling mungkin terjadi adalah Beijing memilih kompromi, dengan membeli barang-barang AS dan menegosiasi ulang proyek-proyek BRI utama.

Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad telah memaksa China untuk memikirkan ulang proyek East Coast Rail Link yang penuh skandal. Bahkan Myanmar, sebuah negara klien China, pun telah menurunkan harga proyek pelabuhan laut dalam Kyaukpyu dari harga 7,2 miliar dollar AS yang sangat diinflasi, menjadi 1,3 miliar dollar AS.

Selama China masih sering ikut campur dengan tetangganya di Asia, negara-negara lain akan tetap senang melihat sang “preman lokal” ditekan oleh “bully” yang lebih besar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com