Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perang Inggris-Zanzibar yang Hanya Berlangsung 38 Menit

Kompas.com - 20/11/2018, 15:26 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

KOMPAS.com - Banyak konflik bersenjata dalam sejarah dunia yang tidak terlalu banyak diketahui salah satunya perang antara Inggris dan Zanzibar pada 1896.

Perang ini, meski tidak terlalu banyak diceritakan, menjadi unik karena hanya berlangsung 38 menit. Alhasil, konflik ini menjadi perang tersingkat di dunia.

Kisahnya berawal dari penandatanganan perjanjian Heligoland-Zanzibar antara Inggris dan Jerman pada 1890.

Perjanjian ini secara efektif membagi pengaruh kedua negara besar itu di Afrika Timur.

Baca juga: Perang Terlama di Dunia, 335 Tahun Tanpa Satu Pun Korban Tewas

Dalam perjanjian itu disepakai Zanzibar diserahkan kepada Inggris sementara Jerman mendapatkan Tanzania.

Dengan perjanjian ini, Inggris mendeklarasikan Zanzibar menjadi wilayah protektoratnya dan berencana menempatan sultan boneka di kawasan itu.

Pada 1893, Hamad bin Thuwaini yang menjadi pendukung setia Inggris mendapatkan posisi sebagai Sultan Zanzibar.

Selama tiga tahun berkuasa, pemerintahan Hamad relatif damai hingga 25 Agustus 1896 ketika dia tiba-tiba meninggal dunia.

Meski penyebab kematian Hamad tidak pernah terungkap, banyak yang meyakini Hamad tewas diracun sepupunya sendiri, Khalid bin Barghash.

Keyakinan itu semakin kuat setelah beberapa jam usai kematian Hamad, Khalid memasuki istana dan mengambil posisi Sultan, tanpa persetujuan Inggris.

Langkah Khalid ini tentu saja membuat Inggris berang dan diplomat senior Inggris di wilayah itu Basil Cave langsung mendesak agar Khalid membatalkan niatnya menduduki tahta Zanzibar.

Namun, Khalid mengabaikan semua peringatan Inggris dan malah mengumpulkan pasukannya di sekitar istana.

Baca juga: Inilah 7 Perang Tersingkat dalam Sejarah Dunia

Pasukan yang dikumpulkan Khalid ini amat terlatih dan dipersenjatai dengan baik meski mereka hanya memiliki beberapa senapan dan meriam saja.

Pada akhir pengujung 25 Agustus 1896, Khalid sudah mengumpulkan 3.000 prajurit, beberapa senjata artileri, dan sebuah kapal layar milik Inggris di pelabuhan.

Sejumlah pelaut Inggris berdiri di dekat sebuah meriam milik Kesultana Zanzibar yang mereka rebut usai perang pada 27 Agustus 1896.Richard Dorsey Mohun Sejumlah pelaut Inggris berdiri di dekat sebuah meriam milik Kesultana Zanzibar yang mereka rebut usai perang pada 27 Agustus 1896.
Di saat yang sama Inggris memiliki dua kapal perang yaitu HMS Philomel dan HMS Rush yang sedang buang sauh di pelabuhan Zanzibar.

Krisis ini membuat pasukan Inggris segera dikerahkan ke darat untuk melindungi Konsulat Inggris dan menjaga agar tak terjadi huru hara di antara rakyat.

Basil Cave juga meminta bantuan dari satu lagi kapal perang Inggris yang berada di sekitar Zanzibar HMS Sparrow yang memasuki pelabuhan pada 25 Agustus 1896 malam.

Meski Cave sudah memiliki kekuatan militer signifikan di pelabuhan, dia paham tak memiliki wewenang untuk memulai perang tanpa persetujuan pemerintah Inggris.

Baca juga: Setelah 40 Kali Merampok, Bekas Tentara Inggris Ditangkap di Hutan

Untuk mempersiapkan semua kemungkinan, Cave kemudian mengirim telegram ke Kementerian Luar Negeri Inggris di London.

"Setelah semua upaya damai gagal memberi solusi, apakah kami mendapat otorisasi untuk melepaskan tembakan ke arab istana?" demikian isi telegram Basil Cave

Sambil menunggu balasan dari kemenlu, Cave melanjutkan memberi ultimatum kepada Khalih tetapi lagi-lagi diabaikan.

Hari berikutnya, 26 Agustus 1896, dua lagi kapal perang Inggris memasuki pelabuhan Zanzibar yaitu HMS Racoon dan HMS St George.

Di atas HMS St George terdapat Laksamana Muda Harry Rawson, komandan armada Inggris di kawasan itu. Di saat yang sama Cave mendapat jawaban dari kantor kemenlu.

"Anda mendapatkan otorisasi untuk melakukan langkah apapun yang Anda anggap diperlukan, dan Anda didukung pemerintah. Namun, jangan mengambil tindakan jika Anda tak yakin bisa menyelesaikannya."

Setelah mendapat jawaban dari kemenlu, Cave memberikan ultimatum terakhir pada 26 Agustus. Dia menuntut agar Khalid meninggalkan istana  pada 27 Agustus 1896  pukul 09.00 waktu setempat.

Malam harinya, Cave meminta semua kapal non-militer segera meninggalkan pelabuhan di saat dia mempersiapkan kemungkinan pecahnya perang.

Pada 27 Agustus 1896 pukul 08.00 atau satu jam sebelum batas akhir ultimatum, Khalid mengirimkan jawaban kepada Cave.

"Kami tak berniat untuk menurunkan bendera kami dan kami tak yakin Anda akan menyerang kami," demikian jawaban Khalid.

Mendapat jawaban itu, Cave merespon dengan gaya diplomatik abad ke-19.

"Kami tidak berniat melepaskan tembakan ke istana kecuali Anda melakukan yang diminta, maka kami akan melakukannya," ujar Cave.

Itu adalah kabar terakhir yang didengar Cave dari Khalid dan tepat pada pukul 09.00 dia memerintahkan kapal-kapal perang Inggris untuk membombardir istana.

Pada pukul 09.02, sebagian besar persenjataan artileri Khalid sudah hancur dan istana kayu itu mulai runtuh dengan 3.000 orang di dalamnya.

Dikabarkan, dua menit setelah serangan dimulai Khalid berhasil meloloskan diri lewat pintu belakang meninggalkan pelayan dan prajuritnya mempertahankan istana.

Pada pukul 09.40 penembakan berhenti dan bendera Sultan Khalid sudah diturunkan. Perang itu berakhir dalam waktu hanya 38 menit.

Meski perang ini amat singkat, korbannya cukup banyak yaitu 500 prajurit Khalid tewas atau terluka. Sementara satu perwira Inggris terluka tetapi tidak membahayakan jiwanya.

Setelah Khalid kabur, Inggris bisa dengan bebas menempatkan Sultan Hamud yang pro-Inggris di tahta Zanzibar.

Sultan Hamud kemudian memerintah Zanzibar mewakili pemeritah Inggris selama enam tahun.
Sementara Khalid bersama beberapa orang pengikutnya yang setia kabur ke Konsulat Jerman.

Baca juga: Kisah Perang: Ditawan Jerman, Tentara Inggris Kabur demi Temui Kekasih

Meski Inggris berulang kali meminta agar Khalid diekstradisi, dia bisa diselundupkan AL Jerman pada 2 Oktober ke Tanzania.

Khalid baru tertangkap setelah Inggris menginvasi Afrika Timur pada 1916. Setelah tertangkap Khalid kemudian dibuang ke Pulau St Helena.

Setelah dibuang beberapa tahun, Khalid diizinkan pulang ke kampung halamannya dan meninggal dunia pada 1927.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com