Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lewat Nada Nusantara "Mia Patria Choir" Luluhkan Hati Warga Swiss

Kompas.com - 22/09/2018, 14:32 WIB
Ervan Hardoko

Editor

KOMPAS.com - Paduan suara Mia Patria awalnya memang dibentuk untuk membawa nuansa budaya Indonesia dalam prosesi misa di Gereja Katolik.

Paduan suara ini beranggotakan para pemuda dan pemudi dari berbagai paroki yang berada di bawah naungan Keuskupan Agung Jakarta.

Kini, Mia Patria yang berarti "Tanah Airku" tak hanya mengumandangan nada-nada Nusantara di dalam gereja.

Paduan suara ini juga membawa gaung Nusantara ke manca negara. Pada Agustus hingga Oktober tahun ini, Mia Patria menggelar tur ke beberapa negara Eropa.

Salah satu yang disinggahi adalah Swiss. Bagaimana penampilan Mia Patria di negeri itu? Ikuti penuturan warga Indonesia yang kini bermukim di Swiss, Krisna Diantha.

Baca juga: Paduan Suara Asal Manado Jadi Juara di Italia

Suasana desa Moutier, Jura, Swiss pada awal September mendung tapi hujan tak turun. Meski mendung, cuaca terbilang hangat mirip bulan Juni atau Agustus.

Kondisi cuaca macam ini di akhir pekan bagi warga Moutier adalah sebuah berkah yang wajib disyukuri.

Berbagai restoran masih menggelar kursi di tepian jalan, demikian pula warung-warung tenda tetap menggelar dagangannya, dari keju lokal hingga minyak tawon.

Desa yang luasnya tak lebih besar dari Bojong Gede itu, makin semarak ketika di pusat desa sekitar 30-an muda mudi berpakaian warna warni, sedang menyiapkan sebuah pentas.

Dua potong karpet digelar. Gendang, gitar, bass, biola, serta akordion, juga sudah tertata rapi. Satu demi satu para pemuda itu, merapatkan barisan. Perempuan di barisan depan, lelaki di belakang.

Tak lama kemudian mengalunlah harmoni suara yang indah berkumandang ke jalanan desa, menembus jendela apartemen yang terbuka atau beranda restoran.

Baca juga: Paduan Suara Indonesia The Resonanz Childrens Choir Juara Lagi di Eropa

Berbagai lagu daerah khas Indonesia mulai dari Rek Ayo Rek, hingga Alusi Au. Dari Poco Poco sampai Keroncong Kemayoran menghiasi akhir pekan di desa tersebut.

Para pemuda yang menggelar kontes itu adalah kelompok Mia Patria. Namanya berbau Latin, tapi mereka 100 persen asli Indonesia. Mereka adalah para muda mudi dari Keuskupan Agung Jakarta.

Penonton yang semula hanya puluhan orang secara perlahan makin bertambah. Mereka yang kebetulan lewat, memilih berhenti.

Beberapa tampak mengambil ponselnya, merekam aksi paduan suara itu. Sebagian lain, memilih mengikuti alunan nada bangsa ini.

"Spiritual mereka, keceriaan mereka, membuat saya sangat berterima kasih kepada grup ini. Orang Swiss yang jarang tersenyum, sangat bagus mendapatkan kehadiran Mia Patria," tutur Patricia Carfora, warga setempat.

Baca juga: Paduan Suara SMA 78 Sabet Lima Medali Emas di Praha

Patricia mengaku rutin mengikuti perjalanan kelompok ini di Heidiland, sebutan Swiss. Dari 16 pagelaran yang digelar, Patricia tiga kali menyaksikannya. 

"Jika suami saya tidak di kursi roda, tentu kami akan lebih banyak menyaksikan konser mereka,“ imbuhnya.

Di Moutier, sebagaimana dikatakan Piero Pice Ataoravutu, pastor asal Lembata yang menetap di Roma, Italia, penampilan Mia Patria lebih ke arah pengenalan budaya.

Mereka, imbuh Pice, menyanyi dan menari di hadapan masyarakat Swiss.

"Menghibur dan menyambung komunikasi dengan warga lokal, melalui nyanyian dan tarian,“ kata Pice.

Dan, Mia Patria cukup piawai melakukan misi itu. Meskipun beberapa anggotanya dikerkah batuk dan pilek, namun ketika tampil di hadapan publik, senyum ceria memendar dari wajah mereka.

Mereka juga cukup berhasil melibatkan publik padahal orang Swiss yang biasanya dingin, acuh tak acuh, akhirnya tak canggung-canggung mau ikut menari.

Lagu-lagu berirama rancak semacam Poco Poco atau Sik Sik Batumanikam, berhasil melibatkan ratusan penonton, dari emak-emak hingga anak anak.

Mia Patria juga bukan kelompok kemarin sore. Mereka sudah pernah ke Swiss delapan tahun silam.  Dan saban dua tahun sekali, mereka rutin manggung ke negeri ini.

"Awalnya perlu perjuangan, bagaimana mengurus rombongan besar, dengan angklung, gamelan, dan kendang," kenang Pice.

Baca juga: Keren Banget! Paduan Suara Anak Indonesia Juara di Spanyol

Berkat bantuan masyarakat lokal, mulai dari penginapan hingga makanan membuat kedatangan Mia Patria berlangsung lancar.

"Akhirnya,  dengan  dukungan banyak pihak, Mia Patria bisa tiap dua tahun (berkunjung) ke Swiss,“ kata Pice.

Di Moutier, base camp Mia Patria, kehadiran paduan suara begitu terasa.

"Saya kadang ingin langsung saja melihat mereka, karena selalu ada bau harum masakan mereka,“ kata salah satu warga.

Warga yang lain, tak kuasa meneteskan air mata ketika bus besar membawa mereka, meninggalkan Moutier menuju Saint Gallen dan terus ke Jerman dan Italia.

Baca juga: Threshold Choir, Paduan Suara Penghibur Pasien di Ambang Kematian

"Saya tak menyangka ada kelompok yang begitu hangat dan ramah,“ kata warga yang lain.

Beberapa warga bahkan menyempatkan diri memetik apel dari kebunnya sendiri dan mengantarkan buah itu ke base camp Mia Patria.

Ada juga yang membelikan cokelat untuk dijadikan oleh-oleh saat Mia Patria pulang ke Jakarta.

Misi Mia Patria sebenarnya terlihat ketika mereka tampil di gereja. Jika di tempat umum konser mereka lebih bernuansa lebih hiburan, tetapi di dalam gereja mereka menyanyikan lagu rohani.

"Kami ingin menunjukkan keimanan lewat budaya Tanah Air, bahwa  iman dan budaya lokal, khususnya Indonesia, masih kami jaga,“ kata salah satu anggota Mia Patria.

Mia Patria melakukan pagelaran 16 kali di Swiss, sebagian besar dalam misa di gereja, mulai akhir Agustus hingga pertengahan September 2018.

Baca juga: Paduan Suara Unika Semarang Sabet 5 Medali Emas di Kompetisi Italia 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com