Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Perkuat "Travel Ban" Trump untuk Enam Negara Muslim

Kompas.com - 27/06/2017, 07:12 WIB

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat (AS), Senin (26/6/2017), memberikan satu kemenangan kepada Presiden Donald Trump terkait dengan larangan perjalanan ke negeri ”Paman Sam” itu.

MA membekukan keputusan pengadilan dibawahnya yang mencabut larangan perjalanan (travel ban atau juga disebut Muslim ban) pada perintah eksekutif Presiden Trump sebelumnya, seperti dilaporkan kantor berita Reuters.

Lembaga pengadilan tertinggi AS menghidupkan kembali larangan perjalanan bagi enam negara berpenduduk mayoritas Muslim, yang menurut Trump dibutuhkan bagi keamanan nasional.

Baca: Presiden Trump Pakai Aksi Teror di London untuk Bela "Travel Ban"

Para hakim mempersempit lingkup putusan pengadilan yang lebih rendah, yang memblokade bagian-bagian kunci perintah eksekutif pada 6 Maret, yang menurut Presiden Trump diperlukan untuk mencegah terorisme di AS.

Trump, dalam sebuah pernyataan, menyebut keputusan MA itu sebagai ”sebuah kemenangan yang jelas untuk keamanan nasional kita”.

"Sebagai presiden, saya tidak dapat mengizinkan orang-orang yang ingin mencelakakan kita, masuk ke negara kita," kata Trump, Senin (26/6/2017), tak lama setelah MA mengeluarkan putusannya.

Dikatakannya, larangan tersebut akan berlaku 72 jam sejak disetujui oleh pengadilan tertinggi.

"Sebagai presiden, saya tidak bisa membiarkan orang yang ingin menyakiti kita masuka ke negara kita. Saya ingin orang-orang yang bisa mencintai AS dan seluruh warganya, dan siapa yang akan bekerja keras dan produktif," demikian pernyatan Trump.

Baca: Kurang dari Sepertiga Warga AS Berpikir Akan Aman oleh “Muslim Ban”

Perintah eksekutif Trump melarang warga dari enam negara yang mayoritas berpenduduk Islam untuk masuk ke AS selama 90 hari dan larangan atas pengungsi selama 120 hari.

Keputusan MA, Senin (26/6/2017), menyatakan, larangan perjalanan Trump bisa diterapkan atas warga asing yang tidak memiliki “hubungan bonafide” dengan seseorang AS.

"Semua warga asing menjadi subjek dari ketentuan (perintah eksekutif)," tegas keputusan tersebut. MA tidak menegakkan keputusan pengadilan yang lebih rendah, yang menentang penerapan larangan atas warga asing yang sama sekali tidak memiliki hubungan dengan AS.

"Melarang masuk warga asing seperti itu tidak membebani pihak di AS manapun, antara lain didasarkan pada hubungan pihak tersebut dengan warga asing itu."

Perintah Trump pada 6 Maret 2017 menyerukan larangan bepergian ke AS selama 90 hari kepada warga Iran, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman.

Baca: Trump Berencana Perluas Larangan Bawa Laptop pada Semua Penerbangan

Juga larangan 120 hari untuk semua pengungsi, sementara pemerintah menerapkan prosedur pemeriksaan yang lebih ketat.

Pengadilan federal mengizinkan sebuah versi terbatas dari larangan pengungsian, yang juga telah ditolak oleh untuk diberlakukan.

Trump mengeluarkan perintah eksekutifnya di tengah situasi meningkatnya kekhawatiran internasional tentang serangan yang dilakukan oleh kelompok Islam garis keras seperti di kota-kota di Perancis, Inggris, Belgia, Jerman, dan Swedia.

Dalam keputusannya, hakim MA AS yakni Clarence Thomas, Samuel Alito, dan Neil Gorsuch menulis bahwa larangan perjalanan menyeluruh bisa diterapkan sepenuhnya sambil menunggu kajian atas perintah eksekutif tersebut.

Baca: Hakim Federal Hawaii Bekukan "Travel Ban" Trump, Sehari Jelang Berlaku

MA menyatakan pada Oktober 2016 akan mempertimbangkan untuk memutuskan apakah kebijakan Presiden Trump itu ditegakkan atau ditolak.

Kebijakan Trump tentang pendatang dan pengungsi terkatung-katung karena ditentang oleh para hakim di Hawaii dan Maryland, yang berpendapat kebijakan itu diskriminatif.

Penentang mengatakan tidak ada orang dari negara-negara yang terkena dampak yang telah melakukan serangan di AS.

Pengadilan federal mengatakan bahwa larangan bepergian tersebut melanggar undang-undang imigrasi federal dan diskriminatif terhadap orang-orang Muslim yang melanggar Konstitusi AS. 

Kritikus menyebutnya sebagai "larangan Muslim yang diskriminatif". Ahmed al-Nasi, seorang pejabat di Kementerian Urusan Luar Negeri Yaman, menyuarakan kekecewaannya.

Baca: Soal "Travel Ban" bagi Umat Muslim, Trump Kalah Lagi di Pengadilan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com