Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Mengenang Rehman Rashid, Penyokong Kebebasan Pers Malaysia

Kompas.com - 06/06/2017, 21:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Rehman, memang sering melanggar apa yang telah ditetapkan pihak berwenang. Saat terjadinya Operasi Lalang yang terkenal di Malaysia pada 1987, ketika para tokoh politik dan aktivis politik ditangkapi, dia pun bereaksi dan menuliskan kritikan keras dan tajam terhadap pihak berwenang.

Sebuah sikap yang independen dari wartawan surat kabar yang “tampaknya” pro-pemerintah, dia pun digiring untuk diinterogasi polisi. Pengalamannya ini dia kisahkan dalam memoirnya yang diberi judul, “A Malaysian Journey”.

Kritiknya yang paling keras ada dalam tuturannya tentang bagaimana dia membiarkan dirinya diintimidasi oleh mantan Direktur Intelijen yang paling ditakuti, yang kemudian menjadi Inspektur Jenderal Polisi, Tan Sri Rahim Rahim Noor.

Seperti yang dituliskan Rehman, “Saya ingin melepaskannya. Saya takut. Dan dia tahu itu, dan percaya itu benar, dan saya seharusnya seperti itu. Saya rasa mungkin saya tidak akan pernah memaafkan diri saya sendiri atas ketakutan itu. Semoga saya tidak pernah merasa takut lagi.”

Pengalaman itu mungkin yang memengaruhi keputusannya untuk meninggalkan NST dan negerinya, Malaysia, kemudian bergabung dengan “Asiaweek” di Hong Kong dan majalah “Bermuda Business”.

Bahkan, meskipun dia kembali untuk menyelesaikan bukunya “A Malaysian Journey” dan sempat juga kembali ke NST, dia tidak pernah menonjol lagi dalam tulisan nasional.

Namun, dengan segala kekurangannya, Rehman tetap menjadi teladan yang luar biasa bagi penulis-penulis muda di Malaysia.

Ia adalah pendukung yang bersemangat dari aliran pentingnya karya jurnalistik berdasarkan kisah dari tangan pertama, dan melepaskan banyak suara, seperti di antaranya, Bernice Chauly, Marina Mahathir, dan Zainah Anwar yang telah menjadi terkenal dengan caranya sendiri.

Kehidupan Rehman dan buku-bukunya menggambarkan tidak seimbangnya perjuangan individu melawan kekuatan besar sebuah negara, permasalahan yang umum di Asia Tenggara.

Tentunya, kawasan ini telah melihat beberapa penulis berani dan brilian yang memilih diam, diasingkan atau bahkan lebih buruk lagi, dipaksa untuk berdiri di antara orang-orang yang berpengaruh dan makmur.

Pramoedya Ananta Toer dan Mochtar Lubis dari Indonesia, Joe Burgos Jr dari Filipina, Doan Viet Hoat dari Vietnam, Aung Pwint dari Myanmar, dan Thongchai Winichakul dari Thailand, hanyalah beberapa dari mereka yang telah menerima getahnya saat mengatakan suatu kebenaran kepada para penguasa.

Atas nama keamanan nasional, ortodoksi agama dan kemurnian etnis menjadi banyak dikorbankan.

Baca juga: Jokowi: Indonesia Tidak Akan Bisa Bangkit Tanpa Peran Pers

Pelemahan dari pilar keempat demokrasi ini justru membuat kalangan elit menjadi lebih kuat.
Kita juga melihat banyak hilangnya berbagai cerita nasional, suara-suara yang inkonvensional, seperti suara milik Rehman yang juga ikut terhapus.

Kehidupan Rehman diwarnai oleh momen-momen kecemerlangannya, namun juga kegelapan yang mengerikan.

Tetapi seperti yang saya akhirnya pahami, dia telah menemukan kedamaian dan kepuasan sendiri yang jauh dari keramaian dan hiruk pikuk Klang Valey, timur laut Kuala Kubu Baru, Selangor, kota yang dia puji-puji dalam buku terakhirnya, “Small Town”.

Rehman adalah seseorang yang brilian dan juga tidak terduga, seorang pria yang berani berucap kepada para editor dan para politisi untuk pergi saja menghilangkan diri, dan kemudian menceritakan kepada kita, kisahnya dengan caranya sendiri.
Dan sekarang, terserah pada kita apakah ingin meneruskan perjuangannya itu atau tidak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com