KOMPAS.com - Tepat hari ini pada 1994, angkatan bersenjata Rwanda membunuh 10 prajurit pasukan penjaga keamanan PBB asal Belgia.
Pembunuhan ini merupakan upaya untuk mencegah intervensi internsional dalam mencegah genosida yang dimulai beberapa jam sebelumnya.
Hanya dalam waktu sekitar tiga bulan, para ekstremis Hutu yang mengendalikan Rwanda, secara brutal membantai 500.000 hingga 1 juta warga sipil etnis Tutsi dan Hutu moderat.
Genosida di Rwanda ini merupakan episode pembersihan etnis terburuk sejak berakhirnya Perang Dunia II.
Akar dari genosida Rwanda ini bisa diurut balik ke awal 1990-an, ketika Presiden Juvenal Habyarimana, seorang Hutu, mulai menggunakan retorika anti-Tutsi untuk menggalang dukungan dari etnis Hutu.
Pada Oktober 1990, terjadi sejumlah pembantaian terhadap beberapa ratus warga etnis Tutsi.
Meski secara fisik kedua suku ini amat mirip, menggunakan bahasa, dan budaya yang sama selama berabad-abad, tetapi undang-undang mengharuskan regstrasi warga berdasarkan kelompok etnis.
Pemerintah dan tentara kemudian membentuk milisa yang disebut Interahamwe atau bisa diartikan "mereka yang menyerang bersamaan".
Milisi inilah yang kemudian yang mempersiapkan pembersihan etnis Tutsi dengan cara mempersenjatai warga Hutu dengan senjata api dan parang.
Pada Januari 1994, akhirnya pasukan PBB di Rwanda diperingatkan bahwa pembantaian besar-besaran segera terjadi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.