Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kolombia Dicoret, Persaingan untuk Nobel Perdamaian Sangat Ketat

Kompas.com - 07/10/2016, 13:43 WIB

OSLO, KOMPAS.com - Setelah para negosiator perdamaian di Kolombia dicoret dari daftar nominasi maka persaingan untuk merebut hadiah Nobel perdamaian tahun ini kembali terbuka.

Awalnya, banyak kalangan memperkirakan peluang besar meraih Nobel perdamaian akan jatuh pada Presiden Kolombia Juan Manuel Santos dan pemimpin FARC Rodrigo Londono alias Timoleon "Timochenko" Jimenez.

Kedua orang ini berperan besar dalam penandatangan kesepakatan damai yang mengakhiri 52 tahun perang saudara yang brutal di Kolombia.

Namun, setelah referendum menunjukkan ternyata rakyat Kolombia menentang kesepakatan damai itu maka peluang kandidat lain menjadi terbuka.

Kini, tim penyelamat yang menolong warga sipil di Suriah hingga perantara kesepakatan nuklir Iran kembali berpeluang untuk meraih penghargaan bergengsi ini.

Beberapa kalangan menjagokan gerakan sipil warga kepulauan Yunani yang membantu ribuan pengungsi yang tiba di wilayah negeri itu setelah melalui perjalanan berbahaya lewat laut dari Turki.

Sebagian lainnya mengunggulkan Denis Mukwege, seorang dokter asal Kongo yang membantu para perempuan korban kekerasan perang dan pemerkosaan di seksual Republik Demokratik Kongo.

Helm Putih Suriah

Kelompok relawan "Helm Putih" juga mendapatkan dukungan karena upaya berani mereka menyelamatkan warga Suriah yang terjebak perang saudara yang sudah berlangsung selama lima tahun.

Bekerja di kawasan yang dikuasai pemberontak, kelompok berisikan 3.000 sukarelawan ini mendapat perhatian dunia karena mempertaruhkan nyawa mereka untuk menyelamatkan warga korban perang.

Harian ternama Inggris, The Guardian, secara terbuka memberikan dukungannya kepada kelompok "Helm Putih" ini.

"Apa yang dilakukan Helm Putih ini mungkin hanya setetes air di tengah samudera, tetapi mereka telah menujukkan hal luar biasa yaitu kegigihan dan keberanian di hadapan wajah barbarisme," demikian tulis The Guardian.

"Dan mereka menunjukkan aksi keberanian individual bisa menjadi cara untuk memperjuangkan perbedaan. Mereka juga menjadi bentuk perlawanan warga, memberi contoh keberanian dan solidaritas menghadapi teror yang disponsori negara," tambah harian itu.

Aktivis Rusia hingga John Kerry

Sementara itu, bagi Kristian Berg Harpviken, direktur Institut Riset Perdamaian Oslo (PRIO), kandidat terkuat adalah aktivis HAM Rusia Svetlana Gannushkina yang selama berpuluh tahun bekerja bersama para pengungsi dan migran.

Pekerjaan Gannushkina ini sesuai dengan isu krisis pengungsi yang kini menghantui seluruh Eropa.

Kandidat lainnya adalah Nadia Murad, perempuan Yazidi yang bertahan dari siksaan ISIS selama beberapa bulan sebelum kabur dan menjadi juru bicara global bagi rakyatnya.

Satu nama lagi adalah Edward Snowden, ahli teknologi yang membocorkan operasi pengawasan ilegal yang dilakukan dinas rahasia AS, juga menjadi salah satu kandidat.

Jika prestasi diplomatik juga diperhatikan maka para negosiator di balik suksesnya kesepakatan nuklir Iran pada 2015 berpeluang mendapatkan hadiah Nobel.

Sebab, kesepakatan ini membuat secara efektif Iran menutup program nuklirnya sehingga negeri itu semakin jauh dari kemungkinan menciptakan bom nuklir.

Kesediaan Iran menghentikan program nuklir ini ditukar dengan pencabutan sanksi ekonomi secara bertahap yang sudah diterapkan terhadap Iran sejak 2006.

Maka nama Menlu AS John Kerry, Menlu Iran Javad Zarif dan kepala bidang kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherinia, termasuk pakar nuklir AS Ernest Montz dan Ketua Badan Energi Atom Iran, Ali Akbar Salehi, berpeluang menapatkan Nobel.

Namun, semua nama ini belum tentu menjadi peraih Nobel Perdamaian tahun ini karena berbagai hal.

Sebagai contoh, tahun lalu Nobel Perdamaian jatuh kepada empat kelompok di Tunisia yang dianggap berperan penting dalam transisi demokrasi di negeri itu. Padahal, kelompok ini tak pernah muncul sebagai kandidat atau dibicarakan sebelumnya.   

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com