Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

28 Juta Anak Kehilangan Tempat Tinggal akibat Konflik

Kompas.com - 08/09/2016, 15:34 WIB

NEW YORK, KOMPAS.com - Menurut laporan terbaru lembaga dana darurat anak PBB (UNICEF), 28 juta anak kehilangan tempat tinggal akibat konflik.

Anak-anak itu antara lain adalah pengungsi dan pencari suaka, serta 45 persen dari pengungsi anak berasal hanya dari dua negara, yakni Suriah dan Afganistan.

Anak-anak membentuk sekitar sepertiga populasi dunia. Tapi mereka juga jadi separuh dari jumlah seluruh pengungsi di dunia.

Masalah itu dirilis oleh Deutche Welle pada Kamis (8/9/2016) dengan merujuk laporan terbaru UNICEF bertajuk "Uprooted: The growing crisis for refugee and migrant children".

Jumlah pengungsi anak meningkat dua kali lipat dalam dekade terakhir.

"Yang paling penting adalah fakta bahwa pengungsi anak adalah anak-anak, dan harus diperlakukan sebagai anak-anak," kata Ted Chaiban, Direktur UNICEF tersebut.

"Mereka harus dilindungi. Mereka perlu akses untuk dapat pelayanan, seperti pendidikan."

Bersamaan dengan itu, Kepala Badan PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) Filippo Grandi menyatakan kepada harian Italia La Repubblica, sejauh ini, Kanselir Jerman Angela Merkel adalah pemimpin yang paling memperhatikan isu kemanusiaan.

Ia menekankan juga, menjadi seorang pemimpin berarti juga memperhatikan perasaan khawatir rakyatnya, dan mampu mengatasinya.

"Tapi pada saat bersamaan tetap punya rencana dan visi jangka panjang, yang selalu melibatkan tantangan terhadap solidaritas," kata Grandi.

Walaupun menghadapi banyak kritik, juga dari kalangan partainya sendiri, Merkel tetap berpegang pada politik pengungsi yang sudah dijalankan.

Ia juga meningkatkan keamanan bagi rakyat Jerman, mengingat tetap adanya ancaman teroris yang menyusup di antara pengungsi.

DW/Getty/G Shkullaku Sebanyak 28 juta anak di dunia kehilangan tempat tinggal akibat konflik, dengan 45 persen di antaranya hanya dari Suriah dan Afganistan.
Meminta suaka

Dari 28 juta anak yang kehilangan tempat tinggal, 10 juta di antaranya jadi pengungsi, dan sekitar sejuta jadi peminta suaka yang statusnya belum diputuskan.

Sisanya terpaksa lari dari kampung halaman karena konflik dan tetap berada di negara sendiri.

Menurut laporan itu, 45 persen pengungsi anak berasal hanya dari dua negara, yakni Suriah dan Afganistan.

Lagi pula, semakin banyak anak-anak mengadakan perjalanan tanpa orang tua.

Sekitar 100.000 dari mereka meminta suaka di 78 negara tahun 2015. Tiga kali lipat jumlahnya di tahun 2014.

Menurut laporan, diperkirakan sekitar 20 juta anak berikutnya jadi imigran karena didesak antara lain oleh kemiskinan dan kekerasan antar kelompok kriminal.

Banyak bahaya

Pengungsi dan anak-anak imigran menghadapi serangkaian bahaya seperti tenggelam saat menyeberang lautan, kelaparan, dehidrasi, penculikan, pemerkosaan dan pembunuhan.

Saat tiba di negara lain, mereka kerap menghadapi diskriminasi dan xenofobia.

Penulis laporan mengungkap: "Dunia mendengar cerita pengungsi anak, satu demi satu, dan dunia bisa menyokong anak itu. Tapi jika kita bicara tentang jutaan, itu menyulut rasa marah dan memperjelas pentingnya solusi masalah yang jadi penyebabnya," kata Emily Garin.

UNICEF menyerukan komunitas internasional untuk menyediakan proteksi, edukasi dan layanan kesehatan untuk anak-anak ini.

Ia juga menyerukan pemerintah untuk melihat awal masalah dan mencari penyelesaian yang menyebabkan pergerakan masal imigran dan pengungsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com