Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Mahasiswa Australia Belajar Bahasa Indonesia lewat “Dedemit”

Kompas.com - 15/08/2016, 13:18 WIB
Caroline Damanik

Penulis

“Sensitif,” jawab Gerard.

“Kata kerja, Gerard. Itu kata sifat. Kalau kata kerja dari karakter Suli?” tanya Yacinta lagi.

“Diculik”

“Membangun”

“Mengkritik,” mahasiswa lain lalu berebutan menjawab pertanyaan Yacinta.

Menarik

Suasana hangat dan santai mewarnai kelas Bahasa Indonesia level 5 di Monash University, siang itu. Yacinta yang mengajar sekitar 16 mahasiswa warga Australia menggunakan naskah “Dhemit” dari Teater Gandrik sebagai bahan diskusi di kelasnya.

KOMPAS.com/Caroline Damanik Yacinta Kurniasih sedang mengajar para mahasiswa asal Australia di Kelas 5 Kajian Indonesia di Monash University, Victoria, Australia.
Karakter hantu atau dedemit seperti genderuwo, sawan dan kuntilanak hingga manusia seperti Rajegwesi dan Suli dipakainya sebagai media mengajarkan bahasa Indonesia kepada para mahasiswa asli Australia. Bahan menarik seperti ini diperlukan agar belajar bahasa menjadi menyenangkan.

“Kami ciptakan kurikulumnya, kontennya, lalu bahasa dipakai. Bahasa itu kan alat komunikasi, jadi  ketika mereka belajar bahasa, mereka bisa bercerita tentang diri mereka sendiri dan hal-hal lain,” ungkap Yacinta di sela mengajar.

Yacinta bercerita, dia bersama tim kajian Indonesia di Monash University akan merumuskan kurikulum untuk setiap level. Kurikulum ini berguna sebagai pengantar dalam memperkenalkan bahasa dan kerumitannya pada setiap tingkatan, mulai dari tata bahasa hingga sastra.

“Pada level pertama, misalnya, para mahasiswanya diminta bercerita dalam bahasa Indonesia tentang diri mereka sendiri. Setelah itu, mereka diminta memilih satu tokoh dari Indonesia dan bercerita tentang sosok itu seolah-olah mereka adalah tokoh tersebut,” tuturnya.

“Jadi kelas 1 tentang biografi, mereka harus berbicara tentang diri mereka sendiri. Setelah itu mereka harus mencari tokoh terkenal dari indonesia yang mereka pilih lalu menceritakan diri mereka sendiri. Ada yang memilih menjadi Ebiet G Ade, Iwan Fals, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi,” lanjutnya sambil tertawa.

Pada tingkat selanjutnya, Yacinta mengatakan, para mahasiswanya akan diminta bercerita tentang sebuah perjalanan. Lalu di tingkatan selanjutnya, para mahasiswa akan belajar dari sejumlah perayaan di Indonesia.

Yacinta mencontohkan, misalnya diskusi dimulai dari video di YouTube tentang perayaan 17 Agustus di Indonesia, mulai dari panjat pinang hingga makan kerupuk. Dari situ, dia dan para dosen akan membawa para mahasiswanya belajar tata bahasa. Lalu mereka juga diminta untuk bercerita tentang perayaan penting di Australia. Tentu saja dalam bahasa Indonesia.

“Jadi (cara belajarnya) sedikit beda dengan Indonesia. Di Indonesia misalnya mengajarkan bahasa, kalau di sini mengajarkan isinya dulu, kurikulumnya, kemudian bahasa yang dipakai disesuaikan dengan levelnya mereka,” tutur Yacinta.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com