Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/11/2013, 22:43 WIB
EditorErvan Hardoko
MOGADISHU, KOMPAS.com - Seorang perempuan yang mengaku menjadi korban pemerkosaan dan wartawan yang mewawancarai perempuan itu ditangkap polisi Somalia dengan tuduhan melakukan fitnah.

Ironisnya, polisi justru tidak menahan dua pria yang dituduh sebagai pelaku perkosaan. Kasus "aneh" ini mendapat perhatian khususu dari PBB yang meminta pemerintah Somalia segera mengusut kasus ini secara benar.

Korban, seorang jurnalis perempuan berusia 19 tahun, kepada radio independen Shabelle menceritakan dia diserang dan diperkosa di bawah todongan senjata api oleh dua rekan sesama jurnalis.

"Salah satu dari mereka mengancam saya dengan pistol, lalu menyeret saya ke tempat tidur. Mereka berdua secara bergantian memperkosa saya, menghancurkan harga diri saya," kata korban, dalam sebuah wawancara video yang disiarkan di situs Radio Shabelle awal pekan ini.

"Saya meminta pemerintah untuk mengambil langkah hukum terhadap para pemerkosa, mungkin mereka melakukan hal yang sama terhadap perempuan lainnnya," tambah korban.

Namun, bukannya mencari dan menangkap pelaku perkosaan, polisi justru menangkap perempuan korban perkosaan, bersama dengan Mohamed Bashir Hashi, wartawan yang melakukan wawancara, serta manajer Radio Shabelle, Abdulmalik Yusuf.

Perwakilan khusus PBB untuk Somalia, Nicholas Kay, lewat sebuah pesang mengatakan PBB mengawasi kasus di Mogadishu ini dan memperingatkan bahwa investigasi yang benar serta kebebasan pers adalah hal terpenting.

Persatuan wartawan Somalia mengatakan korban dan wartawan ditangkap setelah dua laki-laki yang dituding sebagai pemerkosa justru balik melaporkan korban dan menuduhnya melakukan fitnah.

"Polisi mengatakan mereka terancam dakwaan melakukan fitnah dan akan segera diadili," kata Ketua persatuan wartawan Somalia, Mohamed Ibrahim.

Kasus serupa pernah terjadi pada Februari lalu. Saat itu, seorang jurnalis Somalia dan korban perkosaan yang diwawancarainya dijatuhi hukuman penjara satu tahun setelah terbukti "menghina institusi negara".

Dalam kasus ini, pengadilan memutuskan korban perkosaan berbohong setelah seorang bidan melakukan "tes jari" untuk mengetahui apakah korban benar-benar diperkosa atau tidak.

Namun, keduanya dibebaskan  dua bulan setelah vonis kontroversial itu karena kasus itu kemudian memicu kritik dunia internasional.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com