Salin Artikel

Benarkah Teroris ISIS Incar Pekerja Migran Indonesia di Hong Kong?

Upaya radikalisasi terhadap para pekerja yang umumnya perempuan itu dilakukan oleh anggota kelompok teroris Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).

Temuan ini diungkapkan dalam laporan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), sebuah lembaga yang berkedudukan di Jakarta, seperti dilansir AFP, Rabu (26/7/2017).

Tercatat, sekitar 150.000 pembantu rumah tangga di Hong Kong berasal dari Indonesia, yang dikenal sebagai negara berpenduduk Muslim terbanyak di dunia.

Laporan ini menyebutkan, dengan latar belakang konservatisme agama yang berkembang di tanah kelahiran para TKI, para teroris ini pun menjadikan mereka sebagai sasaran.  

Investigasi IPAC menggambarkan sebuah pangkal radikalisme, di mana sekitar 45 pembantu rumah tangga asal Indonesia, mungkin tertarik pada kalangan militan.

Para TKI itu menemukan jawaban atas pencariannya terhadap sebuah komunitas di lingkungan yang mereka tidak kenal.  

"Beberapa wanita ini ditarik oleh pacar teroris yang mereka temui secara online," kata analis IPAC Nava Nuraniyah.

"Tapi (ada pula) beberapa bergabung dengan ISIS memang sebagai pilihan."

Sebelumnya, serangkaian kasus pelecehan dan eksploitasi pelayan terjadi di Hong Kong.

Termasuk tindakan para agen yang menahan paspor dan menyita upah pekerja, sambil membuat para pekerja itu "buta" dengan hak mereka.  

Namun, laporan IPAC menyebutkan, perlakuan sewenang-wenang tampaknya tidak memainkan peran langsung dalam radikalisasi.

Kendati demikian, rangkaian kasus-kasus itu telah menyebabkan pembentukan kelompok advokasi Islam demi membela hak pekerja.  

Media Hong Kong sebelumnya melaporkan tentang aksi sejumlah pendukung ISIS yang membagi-bagikan selebaran kepada para pekerja migran Indonesia.

Pembagian selebaran itu dilakukan ketika para pekerja Indonesia itu tengah berkumpul di ruang publik pada hari Minggu, saat mereka libur.

Tak adil

Warga Indonesia di Hong Kong telah tiga kali lipat bertambah dalam 17 tahun terakhir, karena permintaan besar untuk tenaga pembantu rumah tangga.

Para pegiat hak asasi manusia dan komunitas Muslim Indonesia di Hong Kong mengaku, mereka tidak menyadari adanya radikalisme.

Bahkan, komunitas itu pun mengkhawatirkan laporan ini justru akan menimbulkan kecurigaan yang tak adil bagi para pekerja migran tersebut.  

Salah satunya aktivis hak asasi manusia migran Indonesia dan mantan pembantu rumah tangga Eni Lestari mengatakan, ancaman ekstremisme memang selalu menjadi kemungkinan.

Namun, menurut Eni, para pekerja itu tidak menyadari adanya pendukung ISIS di antara mereka.

"Kami Muslim, kami melakukan banyak aktivitas Muslim, tapi kami tidak melakukan radikalisasi," kata Lestari kepada AFP.

"Saya pikir, sangat tidak adil bagi komunitas pekerja rumah tangga Indonesia untuk diberi label demikian," tegas dia.

Dampak laporan ini mulai terasa. Menurut Lestari, para pekerja itu sekarang takut menggelar acara keagamaan, karena polisi secara teratur mulai menanyai mereka.

Romlah Rosyidah, Ketua Aliansi Muslim Migran Indonesia di Hong Kong, pun mengungkapkan kekhawatirannya atas dampak dari laporan ini.  

Rosyidah menyebut majikannya sampai bertanya apakah dia tahu atau terkait tentang kelompok radikal tersebut.

Bahkan, polisi pun datang untuk menyaksikan kegiatan yang diselenggarakan anggota kelompok Rosyidah.

"Termasuk mengajarkan cara shalat dan membaca Al quran," kata perempuan itu.

"Islam tidak ekstrem," tegas dia, sambil memastikan bahwa dia tak mengenal satu pun pendukung ISIS.  

Baca: Di Forum Menlu G20, Retno Marsudi Angkat Peran Ibu Cegah Radikalisasi

https://internasional.kompas.com/read/2017/07/26/13471411/benarkah-teroris-isis-incar-pekerja-migran-indonesia-di-hong-kong-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke