Ketiga sipir terbunuh karena berupaya untuk menangkap para napi itu setelah mereka membobol penjara di Provinsi Chui.
Lima dari sembilan napi yang kabur itu ditangkap oleh kepolisian setempat, sedangkan empat lainnya masih dalam pengejaran. Dari empat napi buron itu, dua di antaranya menjalani hukuman seumur hidup dan dua lainnya menunggu persidangan.
"Semuanya divonis atas kasus terorisme dan ekstremisme agama," bunyi pernyataan otoritas Kirgistan.
Para pelarian tersebut diidentifikasi sebagai pendukung aktif kelompok agama yang terlarang, yakni pimpinan Jaishul Mahdi (Tentara Pemimpin yang Benar).
Kantor layanan perbatasan Kirgistan, Senin, menyatakan, pihaknya memperketat pengamanan perbatasan pasca-kaburnya para napi tersebut.
Kirgistan adalah sebuah negara bekas Uni Soviet yang masih rentan konflik di Asia Tengah. Sekitar 500 orang tewas dalam kekerasan politik di negara itu pada tahun 2000.
Akhir-akhir ini, negara tersebut dirundung konflik yang melibatkan kelompok ekstremisme.
Negara tersebut mengklaim telah menggagalkan sebuah rencana kelompok Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang akan mengacaukan situasi setelah enam militan terbunuh dalam bentrokan dengan tentara pemerintah pada Juli lalu.
Minggu lalu, sebuah pengadilan lokal menjatuhi hukuman lima tahun penjara terhadap seorang imam dari kelompok minoritas etnis dengan tuduhan ekstremisme.
Hakim menyatakan, khotbah imam Rashot Kamalov mengandung pesan yang mendukung ISIS, yang dikhawatirkan bisa merekrut ratusan warga Kirgistan untuk berperang di Timur Tengah.
Namun, sejumlah pengamat, termasuk pemimpin masyarakat sipil di negara itu, menilai hukuman terhadap Imam Rashot diwarnai penyimpangan dan menuding pemerintah berusaha membungkam kritik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.