Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Burundi Larang Perempuan Menabuh Genderang

Kompas.com - 02/11/2017, 19:12 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Sumber AFP

BUJUMBURA, KOMPAS.com - Presiden Burundi Pierre Nkurunziza mengeluarkan aturan ketat terkait ritual pemukulan drum di negeri kecil itu.

Dia melarang perempuan menabuh genderang dan membatasi tradisi tersebut dan hanya bisa digelar di ajang-ajang resmi.

"Perempuan dilarang keras memukul genderang. Mereka bisa menari mengikuti tabuhan genderang," demikian dekrit presiden yang terbit pada Kamis (2/11/2017).

Selain melarang perempuan menabuh genderang, aturan baru itu juga mengharuskan kelompok-kelompok yang ingin menambilkan kesenian tradisional harus melapor ke Kementerian Kebudayaan Burundi.

Baca juga : Sepanjang 2017, 4.000 Orang Tewas Akibat Wabah Malaria di Burundi

Kelompok-kelompok ini juga dilarang menggelar kesenian tradisional di luar acara-acara resmi tanpa otorisasi pejabat kementerian.

Tradisi tarian dan tabuhan genderang Burundi pada 2014 masuk ke dalam daftar Warisan Dunia Tak Berwujud UNESCO.

UNESCO menggambarkan tradisi itu sebagai sebuah ritual yang sinkronisasi dan kekuatan tabuhan genderang dengan tarian, puisi heroik, dan lagu-lagu tradisional.

"Seluruh rakyat Burundi mengakui tradisi ini sebagai bagian mendasar warisan dan identitas budaya bangsa ini," demikian UNESCO.

Sekarang, penabuhan genderang itu hanya dilakukan untuk kepentingan hiburan. Padahal di masa lalu tabuhan genderang ini adalah bagian dari sebuah rituak sakral yang menyimbolkan persatuan bangsa.

Dekrit Presiden Burundi yang diteken pada 20 Oktober lalu juga mengharuskan siapa saja yang ingin mendapatkan izin untuk menggelar pertunjukan genderang harus membayar 280 dolar AS atau Rp 3,7 juta.

Ongkos ini bahkan harus dibayar setiap hari jika kelompok seni itu "manggung" di luar negeri.

Keputusan pemerintah ini mendapat kecaman warga Burundi yang menumpahkan kekesalan mereka lewat media sosial.

Baca juga : Serangan ?Bandit? di Burundi Tewaskan Polisi dan Warga

"Dekrit itu berarti tradisi ini bukan lagi menjadi milik rakyat Burundi tetapi milik pemerintah," kata Pacifique Nininahazwe, pemimpin oposisi di pembuangan.

Bulan lalu, pemerintah Burundi mengadopsi rencana untuk mengubah konstitusi yang memungkinkan Presiden Nkurunziza berkuasa untuk dua kali masa jabatan mulai 2020.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com