JAKARTA, KOMPAS.com - Pertempuran bersenjata di Marawi, Mindanao, Filipina selatan, kemungkinan akan berdampak jangka panjang terhadap ekstremisme di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Kemampuan para petempur prokelompok yang menamakan diri Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) menduduki kota itu dan menahan gerak maju pasukan keamanan Filipina selama sekitar dua bulan, sudah menjadi inspirasi di kawasan lain.
Institut Kebijakan Analisis KonfliK (IPAC) mengungkapkan pandangannya dalam sebuah laporannya yang diterbitkan pada Jumat (21/7/2017).
Pada akhir Mei 2017, kelompok pemberontak lokal Maute yang berafiliasi dengan militan ISIS mengibarkan bendera hitam ISIS itu dan berhasil menguasai Marawi.
Baca: Digempur Dua Pekan, Mengapa Marawi Tak Kunjung Dikuasai
Militan tersebut hingga saat saat ini masih menguasai beberapa kawasan pinggiran Marawi, yang dijuluki “Kota Muslim” tersebut.
Perang di Marawi diperkirakan sudah menewaskan lebih dari 500 jiwa, termasuk warga sipil.
Pada Kamis (20/7/2017), Presiden Filipina Rodrigo Duterte melakukan kunjungan mendadak ke markas militer di Marawi dengan menggunakan helikopter untuk memberi dukungan kepada tentara yang sudah berjuang selama dua bulan terakhir.
Dalam laporannya, IPAC menyebutkan, perang di Marawi sudah mendorong peningkatan serangan di kota-kota Asia Tenggara, lebih terkordinasinya strategi wilayah di kalangan kelompok ekstrem, dan menguatnya kapasistas sel-sel ISIS di Indonesia dan Malaysia.
"Risikonya tidak berakhir ketika militer menyatakan kemenangan," jelas Sidney Jones, Direktur IPAC.
"Indonesia dan Malaysia akan menghadapi ancaman dalam bentuk kembalinya para petempur dari Mindanao, dan Filipina akan menjadi rumah bagi sel-sel yang tersebar lebih kecil dengan kemampuan untuk kekerasan dan indoktrinasi."
Baca: ISIS Masih Kuat di Marawi, 13 Marinir Filipina Tewas
IPAC mengaku memiliki bukti-bukti tentang jalur komando antara Suriah dan Marawi, dengan peran penting Dr Mahmud Ahmad asal Malaysia.
Jaringan di Indonesia
Semua petempur yang ingin bergabung dengan Kawasan Asia Timur –begitulah struktur komando di Marawi merujuk pada dirinya sendiri – harus lewat Dr Mahmud, yang juga mengatur pendanaan ISIS untuk operasi di Marawi dengan penyucian uang di Indonesia, melalui Jamaah Ansharud Daulah (JAD).