Seperti dikabarkan Gulf News, pada Desember tahun lalu Dewan Syura Kesultanan Oman telah melakukan pemungutan suara yang hasilnya adalah melarang peredaran dan konsumsi minuman beralkohol di negeri itu.
Seorang pejabat dari badan penasihat negara mengatakan hasil keputusan Dewan Syura itu jika disepakati kabinet maka kemungkinan besar akan mempengaruhi rencana negeri itu dalam mendongkrak sektor pariwisatanya.
"Anggota dewan memilih untuk menghukum setiap orang yang melakukan aktivitas terkait minuman beralkohol termasuk memproduksi, meperjualbelikan dan mendistribusikannya," ujar pejabat yang tak mau disebutkan namanya itu.
"Namun, tentu saja, keputusan dewan itu masih sebatas rekomendasi dan belum menjadi undang-undang," lanjut pejabat tersebut.
Belum lama ini, seorang pejabat pemerintah Oman Humaid Al Nasri kepada Gulf News mengatakan pemerintah negeri itu belum berencana melarang peredaran minuman beralkohol.
"Sejauh ini belum ada respon dari kabinet, sehingga dewan akan mencari alternatif lain untuk membatasi penjualan dan konsumsi minuman beralkohol di Oman," ujar Al Nasri.
Berdasarkan biro pusat statistik Oman, melarang peredaran alkohol akan menghilangkan pendapatan negeri itu sebesar 100 juta rial Oman atau sekitar Rp 3,3 triliun dari pajak yang dibebankan kepada para importir.
Apalagi, impor minuman beralkohol di Oman meningkat hingga 10 persen per tahun dalam kurun waktu 2010-2013.
Oman, negara kecil non-eksportir minyak, memiliki cadangan energi yang jauh lebih kecil ketimbang negara-negara tetangganya yang kaya. Sehingga negeri ini berusaha mengembangkan ekonominya salah satunya membangun sektor pariwisatanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.