Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkatung-katung, Pengungsi Rohingya Nikahi WNI

Kompas.com - 20/04/2015, 08:58 WIB
KOMPAS.com — Abu Ahmad, seorang pengungsi Rohingya, menuturkan pengalamannya sejak pergi dari Myanmar dan akhirnya terdampar di Medan, Sumatera Utara.

"Saya seorang Muslim Rohingya dari Myanmar. Saya meninggalkan Myanmar tahun 1988, mengikuti orangtua ke Thailand, tetapi saya tidak tahu apa yang terjadi di Myanmar ketika orangtua kabur sebab umur saya baru lima tahun."

"Ayah kemudian melarikan saya ke Malaysia agar lebih aman. Ketika itu, umur saya 10 tahun. Ayah lalu pulang sendiri ke Myanmar untuk menengok keluarga, antara lain adik dan ada ibu saya. Saya hidup sendiri di Malaysia dan ingin mendaftarkan diri sebagai warga negara, di mana pun. Namun, saya tidak pernah sekolah. Saya belajar sama anak kecil. Saya cuma diajari (huruf) A-B-C."

"Saya kemudian bisa membaca. Selepas itu, tahun 1998, saya pergi ke UNHCR (Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi), mendaftarkan diri sebagai pengungsi. Lama sekali saya menunggu di Malaysia dan tidak juga ditempatkan di negara mana pun. Ada orang bilang, kita bisa bayar orang. Setelah itu dikatakan kalau kita kasih duit. Kalau kita kasih sama agen, kita bisa pergi ke Australia. Oleh sebab itu, saya di Malaysia bersiap untuk pergi ke Australia."

"Bersama pengungsi-pengungsi lain, saya naik kapal. Saya ditangkap di Bandar Lampung tahun 2010. Setelah enam bulan katanya akan dibebaskan, tetapi tidak dibebaskan, dan dimasukkan ke penjara di Pontianak, Kalimantan. Setelah itu, saya dikirim ke Medan."

"Umur saya sudah 31 tahun, tetapi saya masih punya harapan. Sesampai di Medan, saya mendapat harapan (baru). Saya menikah dengan seorang warga negara Indonesia. Saya pikir, ya alhamdulillah. Namun, janganlah ada orang seperti saya lagi. Dimusnahkan harapannya."

"Lebih bagus, siapa pun di dunia ini, bantulah suku Rohingya ini."

Tidak dilarang

Abu Ahmad bukan satu-satunya pengungsi Rohingya yang menikah dengan warga Indonesia. Setidaknya empat dari 248 pengungsi Rohingya yang berada di bawah pengawasan Kantor Imigrasi Kelas I Polonia menikah dengan perempuan Indonesia. Praktik itu tidak dilarang, kendati aturan formalnya tidak jelas.

"Mengenai legal formalnya, tidak bisa dikatakan bahwa itu legal. Yang ditemukan di lapangan, mereka sudah kawin. Istilah sekarang, kawin siri. Perkawinannya dilakukan di kampung-kampung. Kita tidak bisa secara frontal (mengatakan) bahwa mereka tidak boleh kawin (walaupun) seharusnya karena status pengungsi dan pencari suaka, ya mereka tidak boleh kawin," kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Polonia, Sumatera Utara, Tani Rumapea kepada Rohmatin Bonasir dari BBC Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com