Pemerintah menyatakan 33 orang tewas akibat harga BBM naik pada Senin pekan lalu, dalam unjuk rasa terburuk sepanjang sejarah pemerintahan Presiden Omar al-Bashir.
Namun, aktivis HAM mengatakan, korban tewas mencapai 50 orang, sebagian besar di sekitar ibu kota Khartoum.
Seorang diplomat bahkan mengatakan jumlah korban tewas bisa saja mencapai 200 orang. Namun, angka pastinya akan sulit dikonfirmasi.
Sementara itu, di kota kembar Khartoum, Omdurman, polisi dan aparat keamanan lain dikerahkan dalam jumlah besar.
Sementara itu, Menteri Penerangan Sudan Ahmed Bilal mengatakan, pemerintah tidak akan membatalkan keputusannya menaikkan harga bahan bakar.
"Itu tidak mungkin. Ini adalah satu-satunya jalan," kata Bilal dalam wawancara lewat telepon kepada AFP.
Terkait banyaknya korban dari rakyat, Bilal menegaskan bahwa pemerintah harus melakukan intervensi setelah kerumunan warga melakukan kekerasan.
"Ini bukan sebuah unjuk rasa. Mereka langsung membakar SPBU-SPBU. Sebanyak 21 SPBU dibakar," lanjut Bilal.
Namun, isu yang beredar adalah SPBU-SPBU dibakar oleh tentara. Hal ini memungkinkan pemerintah melakukan intervensi.
Pemerintah Sudan, kata Bilal, sudah yakin bahwa unjuk rasa pasti muncul akibat keputusan yang tidak populer itu. Namun, mengurangi anggaran subsidi BBM bisa menyelamatkan keuangan negara.
"Ekonomi kami tak mampu lagi menanggung subsidi sebesar itu. Kami harus melangkah maju, kami tahu ini berat untuk rakyat," lanjut Bilal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.