NEGOMBO, KOMPAS.com - Jalan-jalan di Katuwapitaya, Negombo, Sri Lanka, biasanya dipenuhi oleh suara anak-anak yang bermain.
Namun, setelah insiden serangan mematikan pada Minggu Paskah (21/4/2019) yang menewaskan sedikitnya 45 anak-anak, jalanan itu sunyi.
"Jalan-jalan ini biasanya penuh anak-anak bermain," kata Suraj Fernando, seperti diwartakan AFP.
Suraj kehilangan cucunya, Enosh, yang berusia 12 tahun dalam teror yang secara total menewaskan 359 orang.
Baca juga: Terkait Teror, Parlemen Sri Lanka: Ada Kesengajaan Sembunyikan Laporan Intelijen
"Sekarang semua orang berada di dalam rumah karena mereka sedih dan takut," ujarnya.
Seperti diketahui, Negombo merupakan salah satu wilayah yang menjadi target serangan oleh pelaku bom bunuh diri di gereja St Sebastian, satu dari tiga gereja yang diledakkan.
Bom di St Sebastian diyakini yang paling mematikan di antara rentetan ledakan lain, yang juga menyerang tiga hotel.
Tak hanya Suraj yang berduka, ada juga Anusha Kumari yang sekarang menjadi seorang janda.
Dia kehilangan suaminya, putranya yang berusia 13 tahun, dan putrinya yang berusia 21 tahun.
"Kami adalah keluarga yang sangat dekat, tapi sekarang hanya ada saya yang tersisa," ujarnya.
Sementara itu, adik iparnya yang tinggal bersebelahan dengannya juga meninggal besarta tiga anaknya.
Laporan UNICEF menyebutkan, sedikitnya ada 45 anak-anak yang tewas dalam ledakan pada Minggu lalu.
5 members of the same family were killed in the Sri Lanka Easter bomb attacks — 2 parents and their 3 young children, including a baby less than a year old:
"All family, all generation, is lost," says their grandfather. pic.twitter.com/fb4GTFb5z6
— AJ+ (@ajplus) 23 April 2019
Di antara mereka adalah Shine Fernando. Bocah berusia 13 tahun itu telah dimakamkan pada Rabu (24/4/2019) sore.
Gadis cilik itu nampak dipakaikan gaun merah muda dengan manik-manik rosario yang terselip di antara tangannya. Ayahnya tak dapat berbicara apa pun.
Sementara penduduk berdatangan untuk memberikan belasungkawa.