Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wanita Jepang Mulai Tinggalkan Tradisi Hari Valentine "Giri Choco"

Kompas.com - 14/02/2019, 10:38 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

TOKYO, KOMPAS.com - Setiap tahun, Hari Valentine yang jatuh pada 14 Februari merupakan bisnis yang menggiurkan di Jepang, terutama sektor kuliner.

Sebab, terdapat dua tradisi bagi perempuan di sana. Pertama adalah Giri Choco, yakni kewajiban memberi sekotak coklat bagi kolega pria.

Kemudian Honmei Choco. Yakni memberikan coklat secara tulus bagi anggota keluarga pria maupun orang yang mereka sukai.

Baca juga: Cara Maskapai Memanjakan Penumpang di Hari Valentine

Namun seperti diwartakan CNN dan Japan Times Rabu (13/2/2019), tren memberi coklat kepada keluarga maupun rekan kerja pria itu mengalami penurunan.

Sebuah studi yang dilakukan pusat perbelanjaan di Tokyo menunjukkan, 60 persen perempuan memilih membeli coklat untuk diri mereka sendiri.

Sementara sekitar 35 persen perempuan masih merencanakan untuk memberikan bingkisan kepada kolega serta pria yang mereka sayangi.

Seperti yang terlihat di lantai tujuh pusat perbelanjaan Ginza Mitsukoshi di Tokyo satu pekan sebelum Hari Valentine tiba.

Hitomi Nakada, seorang pengunjung yang diyakini berusia 40-an mengatakan dia ingin membeli coklat untuk dirinya sendiri.

"Saya sangat suka coklat. Apalagi ada beberapa produk yang hanya keluar saat Valentine," kata Hitomi yang datang bersama temannya itu.

"Hari Valentine di Jepang telah berbalik menjadi simbol patriarki," kata Jeff Kingston, pakar Jepang di Universitas Temple Tokyo.

Negeri "Sakura" itu mulai merayakan Valentine pada 1958 setelah perusahaan permen Mary Chocolate memulai kampanye bahwa perempuan harus memberi coklat kepada pria.

Tradisi tersebut berkebalikan dengan Valentine versi Barat di mana yang biasanya memberikan coklat atau bunga merupakan pihak pria.

Pada dekade 1980-an, perusahaan permen Jepang mulai menyeimbangkan dengan memperkenalkan konsep Hari Putih setiap 14 Maret.

Pada intinya, Hari Putih merupakan bentuk "balas budi" pria. Meski Kingston menyoroti jumlah hadiah yang diberikan perempuan jauh lebih banyak.

Baca juga: 5 Ide Kado Valentine untuk Orang Terkasih...

Namun tahun lalu, perusahaan manisan Godiva Japan Inc menuai sorotan atas imbauan yang dipasang di surat kabar, dan diteken Presiden Jerome Chouchan.

Dalam iklan tersebut, Chouchan menyerukan agar kewajiban giri choco bisa dihentikan, dan ingin agar hadiah itu diberikan secara tulus.

"Jika Anda menikmati giri choco, silakan dilanjutkan. Namun jika tidak, jangan dilanjutkan. Sebab tujuannya adalah bahagia dalam memilih dan memberi hadiah coklat," katanya.

Baca juga: Ternyata Banyak Pasangan Justru Bercerai di Hari Valentine

Sabtu pekan lalu (9/2/2019), Aliansi Revolusioner Rakyat Tak Populer (RAUP) menghelat protes tahunan ke-12 untuk menentang "kapitalisme romantis" di Tokyo.

Anggota organisasi Takeshi Akimoto menuturkan, mereka menentang eksploitasi Valentine demi menyuburkan budaya konsumerisme.

Salah satu isu yang dibawa RAUP adalah saat Valentine, para pegawai perempuan merasa nilai mereka diukur seberapa "wah" coklat yang dibawa.

"Jika ada pria populer yang mendapat coklat paling banyak, maka moral pekerja lainnya bakal jatuh," ulas Kukhee Choo, penelisi Universitas Sophia Tokyo.

Jika kondisi tersebut dibiarkan, Choo khawatir tradisi tersebut bisa berimbas kepada atmosfer dan lingkungan kerja perusahaan.

Tren Baru: Dari Giri Choco ke Tomo Choco

Institut Nasional Penelitian Populasi dan Keamanan Sosial menyatakan, 23 persen pria dan 14 persen perempuan tak menikah dalam usia 50 tahun pada 2015.

Sebagai hasilnya, saat ini mulai muncul tren baru memberikan coklat kepada teman dekat perempuan atau yang dinamakan sebagai Tomo Choco.

Choo menuturkan meski tren itu positif karena berusaha menghilangkan budaya patriarki, namun dari perusahaan coklat hanya mengubah pangsa pasarnya saja.

"Itu adalah praktik komersial yang hanya sekadar mendapat bungkus ulang sehingga perusahaan coklat bisa mempertahankan penjualannya," ungkapnya.

Asosiasi Tahunan Jepang memprediksi, bisnis penjualan coklat pada Valentine tahun ini bakal mencapai 126 miliar yen, atau Rp 16 triliun.

Baca juga: Valentine, Banyak Wisatawan Jomblo Pesan Kamar Hotel

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com