Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal 9 Praktik Prostitusi dalam Sejarah Perabadan di Dunia...

Kompas.com - 09/01/2019, 06:01 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Prostitusi selama ini disebut sebagai salah satu penyakit sosial tertua di dunia. Sejak awal peradaban muncul, prostitusi telah tumbuh dan berkembang pesat di berbagai wilayah.

Bahkan, ada frase dalam bahasa Inggris yang merujuk pelaku prostitusi sebagai "profesi tertua".

Walaupun terdapat larangan yang jelas dalam undang-undang, "bisnis gelap" ini tetap berlangsung dengan aman.

Ada sejumlah kisah dan istilah di berbagai kebudayaan kuno terkait pelaku prostitusi.

Sama seperti praktik prostitusi modern, sejarah memperlihatkan bahwa sebagian besar prostitusi terjadi karena masalah ekonomi atau pola pikir patriarki yang menjadikan perempuan sebagai "obyek" seksual.

Ada juga praktik prostitusi yang terjadi sebagai cara untuk meraih kedudukan sosial bagi pelakunya atau dianggap sebagai bagian dalam ritual tertentu.  

Berikut sejumlah praktik prostitusi masa lalu yang ada dalam sejarah:

1. Ying-chi

Ying-chi disebut sebagai "prostitusi independen" pertama dalam sejarah China. Keberadaan Ying Chi tak lepas kaitannya dengan Kaisar Wu, yang mencari perempuan untuk jadi "penghibur kamp prajurit".

Kaisar disebut merekrut kelompok wanita untuk ditempatkan pada kamp tertentu. Mereka bertugas untuk menjaga para prajurit tetap terhibur selama perjalanan panjang.

Namun, sumber lain mengatakan bahwa kelompok wanita dalam Ying Chi bukanlah yang pertama dalam prostitusi China.

Terdapat sumber yang mengatakan bahwa pada masa Raja Yue sudah didirikan kamp perempuan penghibur yang terdiri dari para janda. Bedanya, saat itu wanita hanya disiapkan sebagai "teman".

Baca juga: Mengenal 7 Situs Arkeologi Peninggalan Peradaban Tertua di Afrika...

2. Prostitusi kuil

Jenis prostitusi ini hadir dalam masyarakat Yunawi-Romawi Kuno. Aktivitasnya banyak diperdebatkan oleh beberapa kalangan.

Namun, perdebatan bukan terkait eksistensi jenis prostitusi ini, melainkan penjelasan detail mengenai praktiknya.

Biasanya, pelaku prostitusi melakukan "transaksi" di dalam kuil-kuil yang suci, bahkan dengan izin para petinggi kuil. Selain itu, mereka juga hadir untuk bekerja melayani kuil untuk para dewa.

Belum ada data mengenai berapa banyak praktik prostitusi ini terjadi. Para ahli menyebut praktik ini terjadi sebab mereka adalah budak yang jasanya dijual demi mendapatkan uang untuk kuil.

Namun, ada juga ahli yang menyatakan bahwa para pelaku prostitusi ini punya peran yang jauh lebih dihormati dalam praktik pemujaan. Ada pendapat bahwa mengunjungi kuil dan menyewa pelaku prostitusi adalah bentuk ritual.

Teori ini sangat populer dalam hubungannya dengan kultus kesuburan. Ada juga yang mengaitkannya dengan bentuk pengorbanan tubuh untuk para dewata.

3. Devadasi

Seorang Devadasi adalah perempuan yang dipaksa menjalani kehidupan prostitusi di India, untuk melayani dewi kesuburan, Yellamma.

Ketika anak perempuan mencapai usia dewasa, orang tua mereka melelang keperawanan mereka kepada penawar tertinggi.

Setelah itu, mereka yang dipilih akan mendedikasikan hidupnya untuk sebagai pemuas kebutuhan seksual bayaran atas nama Yellamma.

Setiap malam, nasib mereka sama, "dijual" kepada siapa pun yang membayar paling banyak. Bagi orangtua, ini bukan transaksi yang buruk.

Praktik ini telah menjadi kebiasaan dari agama Yellamma selama berabad-abad. Meski sempat dilarang di India pada 1988, praktik ini masih berlanjut hingga hari ini.

Stigma yang melekat pada Devadasi tentu sangat berat. Bahkan jika para wanita melepaskan dari kehidupan tersebut, mereka tidak akan pernah menikah, sebab tidak ada jalan untuk kembali.

Sebagian besar Devadasi diusir dari kuil saat berusia 40-an. Saat itu mereka tidak lagi dianggap muda dan cukup menarik untuk membawa kehormatan bagi dewi mereka.

Baca juga: Kisah Kuil Suci Sabarimala di India yang Terlarang bagi Perempuan

4. Penghibur tentara Jepang

Keberadaan wanita ini sering tak tercatat dalam sejarah. Pada 1932, militer Jepang mulai merekrut wanita, kebanyakan orang Korea, untuk bekerja di "pos hiburan" yang didirikan.

Para wanita itu dijanjikan pekerjaan, tetapi tidak tahu bahwa ternyata mereka ditempatkan dalam rumah bordil untuk melayani tentara Jepang.

Pada akhirnya, sekitar 200.000 wanita dikirim untuk menjadi wanita penghibur. Diperkirakan hanya 25–30 persen yang lolos.

Anak perempuan usia 11 tahun sudah dipersiapkan dan dipaksa untuk melayani tentara. Pemukulan adalah hal yang terjadi ketike mereka menolak.

Pemerintah Jepang telah mengeluarkan permintaan maaf atas apa yang dilakukan dan memberikan kompensasi.

Namun, sebagian besar keluarga korban menolak. Pada 2014, hanya ada 55 wanita penghibur yang masih hidup.

5. Auletrides

Auletrides adalah kelompok pelaku prostitusi kelas atas di Yunani yang senang punya kedudukan di masyarakat. Mereka tak hanya memiliki kemampuan seksual, tapi juga daya tarik lain.

Para pelaku prostitusi ini dapat bermain seruling dan penari terlatih. Beberapa dari mereka memiliki bakat lain, seperti akrobat, anggar, atau juggling.

Banyak dari mereka juga menampilkan aksinya di jalanan, termasuk dalam upacara keagamaan dan festival. Beberapa sumber sejarah mengatakan bahwa mereka juga menjadi hiburan populer bagi anak-anak.

Auletrides bisa dipesan untuk pesta yang lebih privat. Penghibur ini setara dengan pemain harpa atau alat musik lain.

Jika ingin menyewa wanita, juga laki laki, harus melapor ke poroboskos atau yang bertindak sebagai "muncikari".

6. Ganika

Ganika adalah versi India dari geisha ala Jepang. Para wanita ini menikmati kedudukan tinggi di masyarakat, sebab menilai akan mendapatkan keberuntungan dan kesejahteraan.

Seorang Ganika tidak akan pernah menikah, dan tidak pernah menjadi janda. Mereka lolos dari stigma sosial sebagai orang yang ditinggal para suami.

Dalam kebudayaan mereka, para janda memang dianggap pertanda yang sangat buruk dan pada satu titik dilarang muncul di depan umum.

Masyarakat India mengakui Ganika adalah kelas elite dalam hierarki sosial. Selain bakat seksual, para pelaku prostitusi ini punya keterampilan lain di bidang seni pertunjukan.

Setelah seseorang menguasai 64 skill suatu seni pertunjukan, biasanya akan dianggap sebagai Ganika.

Mereka biasanya melayani kaum bangsawan atau kalangan istana, sehingga dilindungi oleh hukum negara. Tidak ada pelanggan yang dapat memukul atau memberi sanksi jika Ganika menolak melayani tamunya.

Selain itu, kecantikan para Ganika membuat banyak puisi atau lagu yang tercipta untuk mereka.

7. Zonah

Zonah merujuk pada pelaku prostitusi dalam kitab Ibrani. Tak seperti perempuan dalam budaya Ibrani, mereka tidak "dimiliki" oleh seorang pria dan tidak bertanggung jawab untuk menghasilkan anak-anak untuk membawa garis keluarga.

Memang tak banyak ayat dalam kitab Ibrani yang menyebut mengenai Zonah.

Dalam kitab itu hanya disebut mengenai larangan seorang ayah untuk menjual anaknya ke lingkar prostitusi. Ada juga yang menyebut bahwa jika anak pendeta terjerat sebagai Zonah, maka dihukum dengan cara dibakar.

Para pemuka agama juga dilarang untuk menikahi Zonah. Hanya orang biasa yang bisa menikahi mereka.

8. Hetaira

Hetaira adalah pelaku prostitusi kelas tinggi di Athena. Saat itu, prostitusi dilegalkan, namun pelakunya tak boleh menjadi warga Athena.

Ini menyebabkan Hetaira kebanyakan dianggap sebagai budak atau berasal dari orangtua yang bukan warga Athena.

Hetaira tak bekerja secara "diam-diam", melainkan juga hadir dalam keramaian di sebuah simposium.

Mereka dilarang menikahi warga negara, tetapi bisa dibeli dan dibebaskan oleh satu orang meskipun praktik itu tidak disukai.Status mereka sebagai Hetaira tidak akan pernah dihapus. Jika mereka tertangkap berpura-pura menjadi warga negara, maka akan diseret ke pengadilan.

Mereka yang terbukti bersalah biasanya akan kembali diperlakukan sebagai budak.

Hetaira sering dijadikan "simpanan" orang-orang kuat di Athena saat itu.

Karena memiliki bentuk tubuh yang elegan dan kecantikan yang luar biasa, banyak para Hetaira yang dijadikan model dalam pembuatan patung Aphrodite.

9. Tawaif

Para tawaif dikenal sebagai seniman pertunjukan di India Utara selama abad ke-18 hingga awal ke-20. Sama seperti geisha, mereka adalah penari dan musisi.

Stigma sebagai pelaku prostitusi tak serta merta ditujukan kepadanya. Pengguna "jasa" mereka pun biasanya tak dianggap sebagai "klien", melainkan patron. 

Jika mereka memiliki anak perempuan dapat meneruskan kekayaannya, juga seringkali profesinya.

Para Tawaif dilarang menikah, tetapi bisa masuk ke dalam jenis hubungan formal dengan patronnya, namun bukan sebagai istri sah.

Uniknya, sang istri dan Tawaif kerap dianggap sebagai dua sisi mata uang. Istri patron menjadi pendamping tradisional sebagai penerus garis keluarga, sedangkan Tawaif hanya memenuhi kebutuhan sensual.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com