Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU "Seksis", Mungkinkah Anak dari Wanita Yordania Jadi Warga Negara?

Kompas.com - 25/10/2017, 22:10 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

AMMAN, KOMPAS.com - Sebuah petisi online dibuat aktivis perlindungan hak perempuan untuk menghapus Undang-undang tentang Kewarganegaraan Yordania yang dianggap seksis (membeda-bedakan gender).

Sebuah petisi dengan kampanye "Ibuku Warga Yordania dan Kewarganegaraannya adalah Hakku" beredar di seantero jejaring media sosial Yordania.

Petisi itu sudah berhasil mengumpulkan 3.800 tanda tangan. Jika telah terkumpul 5.000 tanda tangan, petisi tersebut bakal diserahkan kepada Parlemen Yordania.

Kampanye itu pertama kali disuarakan aktivis hak perempuan, Nima Habashna pada 2011.

Dalam kampanye itu, mereka meminta agar UU Kewarganegaraan Yordania dihapuskan.

Baca juga : Pengadilan Den Haag Cabut Kewarganegaraan 4 Teroris Belanda

Diberlakukan pada 1954, UU Kewarganegaraan itu mengatur hak warga negara berdasarkan garis darah dari ayah.

Jika ayahnya berasal dari Yordania, maka si anak otomatis menjadi warga negara Yordania, meski ibunya berasal dari luar negeri sekalipun.

Namun, jika sang ayah bukan dari Yordania, maka si anak tidak akan diakui sebagai warga Yordania.

Dilaporkan Al Jazeera, Pemerintah Yordania memperkirakan ada sekitar 89.000 perempuan Yordania yang menikah dengan pria asing.

Akibatnya, terdapat 360.000 anak yang masih belum menerima kewarganegaraan.

Mimpi buruk setiap hari

Salah satunya adalah Ahmed al-Araby. Pria 27 tahun itu lahir dari ibu Yordania dan ayah Mesir.

Meski menamatkan sarjananya di fakultas teknik sipil, Araby tidak bisa memenuhi impiannya sebagai insinyur.

Malah, dia harus menerima kenyataan bekerja sebagai pramuniaga di sebuah firma swasta.

Suatu saat, rekening banknya terblokir tanpa pemberitahuan. Araby baru bisa mengaksesnya setelah mendapat ijin kerja dari kementerian tenaga kerja.

Sebuah hal yang tidak sulit sebenarnya. Sebab, dia menerima "Kartu Keuntungan" yang disediakan Pemerintah Yordania sejak 2014.

Baca juga : Ini Dia Biker Wanita asal Yordania

Kartu itu memberikan kebebasan bagi anak yang memiliki ibu Yordania untuk memperoleh pendidikan gratis hingga universitas, dan berobat di rumah sakit pemerintah.

Kartu itu juga mengatur warga asing dimasukkan sebagai prioritas kedua setelah warga Yordania dalam urusan mencari kerja, serta dibebaskan dari biaya pembuatan surat ijin kerja.


Ketika Araby memberikan kartu itu kepada petugas, dia mendapatkan jawaban yang tak mengenakkan.

Oleh petugas, dia diberi tahu tidak bisa mendapat pekerjaan sebagai insinyur. Di kolom pekerjaan, dia bakal ditempatkan sebagai buruh.

"Kartu keuntungan itu bahkan tidak dikenali oleh petugas sosial karena kurangnya nomor identitas nasional," keluh Araby.

Koordinator kampanye memperjuangkan kewarganegaraan bagi mereka yang berasal dari ibu Yordania, Rami Al Wakeel, menyatakan kartu itu bahkan tidak bisa digunakan untuk donor darah.

Selain itu, anak-anak yang ibunya warga Yordania diperlakukan bak ekspatriat.

"Birokrasi di sini begitu rumit dan tidak berkesudahan," ulas Wakeel.

Sulit mengubah UU "seksis"

Aktivis Yordania, Aroub Soubh mengatakan, meski nantinya petisi itu berhasil mendapat 5.000 tanda tangan, Parlemen di era Perdana Menteri Hani al-Mulki itu belum tentu meloloskan permintaan itu.

"Sebab, menghapuskan UU itu hal yang hampir tidak mungkin," jelas Soubh.

Dengan demikian, yang bisa dilakukan oleh pejuang HAM Yordania adalah menggugat Artikel 6 Konstitusi Yordania.

Langkah itu mungkin bisa memberikan solusi nyata terkait kesetaraan gender.

Artikel itu berbunyi, warga Yordania memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum.

Soubh mengatakan, artikel itu sangat bias karena tidak menerangkan siapa warga Yordania itu.

"Apakah pria, wanita, atau keduanya?" tanya Soubh.

Soubh mengajukan dua opsi. Pertama, meminta mahkamah konstitusi Yordania untuk mengubah artikel itu karena dianggap inkonstitusional.

"Atau yang kedua, kami meminta amandemen dengan memasukkan kata 'gender' di dalamnya," kata Soubh.

Senada dengan Soubh, Khaled Ramadan menyebut, pembahasan mengenai permintaan mengubah UU seksis itu bakal terpental di hadapan konstitusi.

Ramadan adalah salah satu anggota Parlemen Yordania yang mendukung petisi tersebut.

Baca juga : Demi Perdamaian Timur Tengah, Dubes RI Akan Lobi Raja Yordania

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com