Kalau dihitung secara matematis, yang mungkin hanya koalisi yang disebut Jamaika, karena seperti warna bendera negara itu, yaitu koalisi yang terdiri dari CDU, FDP, dan Partai Hijau.
Di tingkat pemerintah federal, koalisi ini belum pernah terwujud. Dan sekarang sudah jelas, perundingan akan sulit dan perlu waktu lama.
FDP dan Partai Hijau sudah sejak lama tidak saling menyukai. Tapi koalisi Jamaika di negara bagian Schleswig-Holstein bisa jadi panutan.
Untuk pertama kalinya sejak enam dasa warsa lalu parlemen baru nantinya akan terdiri dari enam fraksi.
Ketika kedua partai besar, CDU dan SPD, kehilangan banyak suara, empat partai kecil dapat tambahan suara.
Yang bertambah paling banyak adalah AfD, partai ultra kanan yang mendapat lebih dari 13 persen. Di Bundestag, mereka akan jadi kekuatan ketiga terbesar.
Walaupun partai kecil lainnya, yaitu FDP, Partai Kiri dan Partai Hijau dapat suara lebih banyak dibanding pemilu lalu, mereka jelas tidak sekuat AfD.
Baca: Kanselir Angela Merkel Resmi Memberikan Suara di Pemilu Jerman
Frustasi
Kehilangan pemilih yang diderita CDU dan SPD ibaratnya pukulan telak terhadap koalisi dua partai besar yang dinilai tidak berfungsi.
Masa di mana kedua partai itu berada di pusat dunia politik dan mengarahkan langkah politik Jerman rupanya sudah berakhir.
Sebagai perbandingan, tahun 1987 koalisi besar mendapat 81 persen suara pemilih. Tahun 2017 hanya 54 persen.
SPD dituduh ibaratnya macan ompong jika menghadapi Merkel. Selain itu mereka katanya tidak punya profil.
Koalisi besar, di mana SPD jadi mitra junior tidak pernah jadi pilihan ideal SPD. Oleh karena itu partai segera menarik diri ke bangku oposisi.
"Vonis" atas koalisi CDU dan SPD, yang dijatuhkan walaupun ekonomi Jerman terus berkembang dan angka pengangguran rendah menunjukkan ketidakpuasan di sektor-sektor lain.