Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Letnan Irak yang Buru Anggota ISIS Pembunuh Sang Ayah

Kompas.com - 22/07/2017, 10:54 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Pria itu kemudian memberitahu sang letnan bahwa buruannya masih hidup dan berada di Kota Tua Mosul.

"Setelah dia memberikan keterangan, saya kirim dia ke neraka," kata sang letnan.

Sang letnan mengaku kurang suka dengan ide membawa para anggota ISIS itu ke pengadilan, karena tersangka bisa menyuap aparat agar kembali bebas.

"Saya tahu beberapa orang mengatakan pembunuhan semacam ini tak benar, tapi mereka adalah ISIS, mereka bukan manusia. Saya adalah salah satu yang masih punya rasa kemanusiaan," ujarnya.

"Saya harap bisa menemukan buruan saya yang kedua hidup-hidup. Sebab, saya akan memastikan dia tak akan mati dengan cepat sebelum memberitahu di mana jenazah ayah saya dikubur," dia menegaskan.

Risiko bagi Irak

Luapan dendam seperti itu mewarnai operasi militer Irak menghadapi ISIS. Rasa dendam itu yang memicu banyaknya pembunuhan ekstra judisial terhadap terduga anggota ISIS.

Salah satunya adalah ketika tentara Irak melemparkan para tersangka anggota ISIS dari tebing Sungai Tigris.

Kepada Associated Press, empat perwira  Irak dari tiga angkatan yang berbeda mengaku pasukannya memang membunuhi anggota ISIS yang sudah menyerah dan tak bersenjata.

Baca: Ratusan Tersangka ISIS Ditahan di Mosul dalam Kondisi Tak Manusiawi

Keempat perwira itu, sama seperti sang letnan tak diketahui namanya, sebab praktik yng mereka lakukan melanggar hukum internasional.

Semua perwira yang diwawancarai Associated Press yakin bahwa perang melawan ISIS harus dikecualikan dari aturan internasional karena kebrutalan kelompok itu.

"Saat warga sipil menunjuk seseorang dan menyebut dia sebagai anggota Daesh (ISIS), ya kami langsung tembak dia," kata perwira itu.

"Saat Anda menghadapi orang-orang yang membunuh teman-teman dan keluarga Anda, maka ya kadang prajurit kami bertindak keras. Namun, semua ini masalah pribadi bagi kami," tambah perwira itu.

Namun, pembunuhan berdasar balas dendam seperti itu berisiko mengembalikan Irak ke dalam siklus kekerasan yang pernah mencengkeram negeri itu.

Periset Human Right Watch di Irak, Belkis Willie mengatakan, ISIS bisa merekrut banyak anggota karena banyak orang yang marah dengan berbagai jenis kekerasa seperti penahanan tanpa alasan, penyiksaan, dan pembunuhan ekstra judisial.

"Jika kekerasan berlanjut maka yang akan terjadi adalah semua pemuda Arab Sunni akan berbondong-bondong bergabung dengan organisasi militan apapun setelah ISIS musnah," ujar Belkis.

Meski militer Irak menegaskan tak mentoleransi aksi kekerasan prajuritnya, Belkis menegaskan, sejauh ini tak ada prajurit atau komandan yang ditahan akibat aksi brutal mereka.

Pertumpahan darah ini  menunjukkan betapa perang melawan ISIS ini amat bersifat pribadi bagi para personel militer.

Baca: Tentara Irak Temukan Remaja Jerman Anggota ISIS di Kota Mosul

Sebab, di saat ISIS mencaplok sebagian besar wilayah Irak, mereka secara khusus mengincar para personel militer dan keluarga mereka.

Salah satunya terjadi di dekat kota Tikrit di saat ISIS membantai 1.700 personel militer Irak yang sudah menyerah dan memasukkan jenazah mereka ke sebuah kuburan massal.

Juru bicara Kementerian Pertahanan Irak Brigadir Jenderal Tahseen Ibrahim mengatakan, pemerintah tidak menerima laporan adanya pembunuhan berlandaskan dendam.

"Tak ada pembunuhan semacam itu baik yang dilakukan militer maupun warga sipil. Semua terkendali dan kami tak akan membiarkan insiden semacam itu terjadi karena isu ini sangat sensitif dan bisa memicu kekerasan," ujar Ibrahim.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com